Monday, July 27, 2009

Pilih Kematangan dan Mental Juara

Pengalaman Lucio menjadi alasan utama Mourinho memilihnya. Rivas dan Burdisso pun harus siap angkat koper.

Khusus untuk lini belakang, aktivitas Inter Milan dibursa transfer musim panas ini resmi berakhir. Kehadiran Lucio dari Bayern Muenchen menjadi solusi terbaik untuk menambal lini belakang. Sebelumnya rantai pertahanan Inter dikenal rapuh untuk mengarungi tiga ajang sekaligus.

Kenapa Lucio? Seberapa istimewakah pemain yang diboyong senilai lima juta pounds (sekitar Rp82 miliar) itu? Maklum, selain usianya tidak muda lagi (31 tahun), bek bernama lengkap Lucimar da Silva Ferreira itu juga rentan cedera.

Padahal selama ini, Inter kerap bermasalah dengan kondisi pemain-pemain bertahannya. Musim lalu, Cristian Chivu, Marco Materazzi, Ivan Cordoba, serta Walter Samuel silih berganti naik ke meja perawatan.

Ironisnya, Burdisso yang seharusnya menjadi pilihan kelima, musim 2008-09 justru memiliki caps paling banyak setelah Cordoba, 29 kali. Kenyataan itu memaksa Mourinho memburu stok pemain bertahan lagi.

Lucio pun didatangkan dan dikontrak tiga musim atau hingga 30 Juni 2012. Ini mengejutkan karena sebelumnya tak banyak media yang membicarakan tentang Lucio. Saat itu, Mourinho dikabarkan lebih mengincar mantan anak asuhnya di Chelsea, Ricardo Carvalho. Namun Inter memiliki pandangan lain.

“Lucio merupakan pembelian sempurna bagi Inter,” ucap mantan pemain Inter, Alessandro Altobelli. “Dia pemain yang lengkap dan sangat kuat saat menempel lawan. Ditambah, dia memiliki kekuatan di bola atas. Membayangkan duet Lucio dan Samuel ibarat sebuah mimpi.”

Salah satu alasan utama Inter memilih Lucio karena faktor pengalaman serta mental juara yang dimilikinya. Dengan koleksi tiga gelar juara Bundesliga 1 bersama Bayern, serta satu Piala Dunia dan dua Piala Konfederasi bersama timnas Brasil, kematangan Lucio diyakini bakal menutup faktor usianya yang mulai menua.


BURDISSO JADI KORBAN

Bagi Mourinho, kehadiran lima sampai enam bek tengah dirasa sudah lebih dari cukup. Jika tidak sedang dilanda cedera, barisan pertahanan Inter cukup komplit untuk mengarungi tiga ajang sekaligus. Dan, dengan tambahan Lucio, komposisi diyakini akan semakin tangguh, bahkan mendekati kesempurnaan.

Ditambah Lucio, Inter kini memiliki pemain bertahan berlimpah. Namun, hampir semuanya telah memasuki usia yang tidak muda lagi. Hanya Chivu, Burdisso serta Nelson Rivas, bek tengah Inter yang masih berusia di bawah 30 tahun.

Lucio memang diproyeksikan bakal langsung menembus tim utama. Bahkan, bukan tidak mungkin dia akan menjadi pilihan pertama Mourinho, dibanding Samuel, Chivu, Cordoba, ataupun Materazzi. “Aku bangga bisa bergabung dengan salah satu klub terbesar di dunia. Aku selalu bermimpi bisa berada satu tim dengan Mourinho dan Zlatan Ibrahimovic,” kata Lucio.

Kedatangan Lucio membuat Burdisso dan Nelson Rivas berpeluang besar tersingkir dari skuad Inter di musim panas ini. Meski berstatus sebagai supersub, peran Burdisso agaknya sudah tidak dibutuhkan lagi oleh Mourinho. Terlebih, Rivas yang hanya menjadi pilihan terakhir karena penampilannya yang tidak konsisten dan lebih sering melakukan blunder.

Dua klub yakni Chelsea dan Fiorentina kini mulai mengintip peluang mendapatkan Burdisso. Sementara, Inter akan menawarkan Rivas sebagai opsi tambahan untuk mendapatkan gelandang asal Napoli, Marek Hamsik. (Irawan)

Thursday, July 16, 2009

Pendamping Ideal Ibra

Milito akan mendukung Ibra merebut kembali gelar capocannonire musim depan. Peran sebagai pelayan Ibra pun rela dilakoni.

Produktivitas Inter Milan akan semakin bertambah dengan kehadiran senjata baru di lini depan. Selain kepastian bertahannya Zlatan Ibrahimovic, La Beneamata juga menambah kekuatan dengan mendatangkan bomber timnas Argentina, Diego Milito, dengan nilai transfer 30 juta euro (sekitar Rp424 miliar).

Untuk urusan ketajaman, kualitas Milito tak perlu diragukan lagi. Attaccante yang didatangkan dari Genoa itu datang menyandang status sebagai penghuni posisi dua marcatori – daftar pencetak gol Serie-A - musim lalu di bawah Ibra. Dengan perpaduan duo capocannoniere, lini depan Inter akan semakin disegani calon lawan-lawannya.

Semusim di Genoa, Milito langsung melesat dengan 24 gol dari 31 penampilannya. Sementara, saat masih berseragam Real Zaragoza, striker berusia 30 tahun itu mengkoleksi 51 gol dari tiga musim yang dilaluinya. Meski belum sekalipun meraih gelar top skorer, pencapaian Milito cukup mengagumkan karena hanya bermain untuk tim kelas menengah. Kini, bersama Inter peluang Milito memuncaki daftar pencetak gol terbanyak menjadi lebih terbuka lebar.

Sebelumnya, kehadiran Milito diperkirakan bakal menjadi langkah Inter mengantisipasi kepergian Ibra. Namun, dengan semakin menghilangnya rumor kepindahan Ibra, rencana baru yang lebih besar dipersiapkan allenatore Jose Mourinho. Duet Ibra dan El Principe – julukan Milito - bakal dijadikan senjata ampuh Inter.

Gaya bermain Milito yang lebih kental sebagai finisher membuat kerja Ibra akan semakin mudah. Bahkan, bukan tidak mungkin produktivitas Milito akan semakin meningkat. “Tak akan ada masalah antara aku dengan Zlatan, kebetulan tipe kami memang berbeda,” ujar Milito seperti yang dilansir La Gazzetta dello Sport. “Aku pun bisa membantunya meraih gelar capocannoniere untuk kedua kalinya.”

Mourinho harus menguras otaknya untuk menempatkan komposisi yang tepat bagi duet bomber tersebut. Pasalnya, dengan mengorbankan salah satunya sebagai pelayan akan cukup berisiko terhadap kesuburan lini depan Inter.


MELANJUTKAN TRADISI TANGO

Delapan tahun terakhir Inter membangun skuad dengan menyertakan attaccante asal Argentina. Gabriel Batistuta, Hernan Crespo, serta Julio Cruz menjadi contoh kesuksesan I Nerazzurri membawa warna Tango di skuadnya. Dengan hengkangnya Crespo dan Cruz di musim panas ini, wajah di lini depan I Nerazzurri akan tetap diwarnai nuansa Argentina berkat kedatangan Milito.

Bermain sejak 2002, Batistuta hanya bertahan semusim di Giuseppe Meazza. Sayang, legenda Tim Tango itu gagal mempersembahkan satu gelar pun bagi La Beneamata. Sedangkan, faktor usia memaksa Crespo dan Cruz, sudah waktunya melupakan masa-masa jaya mereka bersama Inter di akhir musim lalu.

Valdanito – julukan Crespo – mengakhiri masa baktinya di Giuseppe Meazza dengan torehan tiga gelar scudetto. Sementara, enam musim bersama Inter Cruz berhasil menorehkan tinta emas dengan empat gelar scudetto dan dua Coppa Italia.

Sekarang, saatnya memulai babak baru dengan kehadiran wajah Tango lain yang lebih segar. Milito berani sesumbar bakal langsung tampil bersinar dengan menghadirkan gelar juara di musim perdananya bersama Inter.

“Aku bangga bisa bergabung dengan salah satu klub terbesar di dunia. Waktunya sangat tepat, dan aku sudah siap dengan pengalaman baru ini. Bersama tim dengan kualitas juara, aku akan membayar semua kepercayaan yang diberikan dengan mempersembahkan gelar juara,” kata Milito.

Jadi, patut dinanti sepak terjang Milito di musim perdannya bersama Inter. Bukan tidak mungkin gelar Liga Champions yang diimpikan La Beneamata dapat diwujudkan oleh kakak kandung defender Barcelona, Gabriel Milito itu. (Irawan)

Monday, July 13, 2009

Meretas Nasionalisme

Inter berniat mengubah filosofi tim yang terlalu mengedepankan stranieri. Santon dan Balotelli, mengawali nasionalisasi di era Mourinho.

SELAMA beberapa musim terakhir, Inter Milan kian kehilangan jati diri sebagai klub Italia. Membanjirnya pemain asing di skuad utama semakin menegaskan I Nerazzurri sebagai tim bernuansa internasional. Namun, kini Inter mulai berbenah dengan menghargai eksistensi pemain lokal guna meretas nasionalisme di tubuh tim.


Selama ini, Inter menjadi salah satu klub yang kerap mendapat kritikan dari Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) akibat minim menggunakan pemain lokal di skuadnya. Maklum, sejak berdiri pada 9 Maret 1908, klub bernama lengkap Football Club Internazionale Milano SpA itu sudah identik dengan pemain asing. Bahkan, tugas kapten pertama Inter pun diemban oleh Hernst Xavier Marktl yang notabene justru warga negara Swiss.


Sejak saat itu, Inter menjadi lahan menguntungkan bagi para stranieri yang ingin mengembangkan karier di Italia. Nasib sial justru dialami pemain lokal yang statusnya semakin tidak jelas. Peluang mereka menembus skuad utama sangat tipis jika kemampuannya tidak terlalu istimewa. Bahkan, di lima musim terakhir Inter kerap mengalami penurunan kuantitas nasionalisme. Jumlah pemain asli Italia yang bermain di tim utama kian menurun dari tahun ke tahunnya.


Musim lalu, sebanyak 20 stranieri mendominasi skuad utama yang diasuh pelatih asal Portugal, Jose Mourinho. Dari lima pemain lokal yang mampu menembus tim utama, hanya tiga yang masih mendapat kesempatan bermain cukup sering.


Meski begitu, Mourinho berjanji ke depannya skuadnya akan mengalami banyak perubahan. Baik dari segi usia, maupun komposisi antara pemain lokal dan asing.


“Inter terlalu terpaku dengan tradisi. Dari tahun ke tahun, tim ini hidup dengan kenyataan minimnya pemain asli Italia. Pun dengan produk binaan mereka yang jarang mendapat kesempatan,” papar Lo Speciale seperti yang dilansir Boston Saturday. “Situasi itu bukan yang saya inginkan. Beberapa bulan ke depan, kami harus menciptakan filosofi baru. Bukan filosofi pribadi saya ataupun filosofi Massimo Moratti (presiden Inter), tapi filosofi kami. Kami harus peduli dengan masa depan tim, bukan hanya untuk saat ini.”


KESEMPATAN BALOTELLI DAN SANTON


Belakangan, FIFA mulai menggodok aturan baru yang dapat membuat tim seperti Inter kelimpungan. Peraturan 6+5 yang rencananya diterapkan FIFA mulai musim 2012-13 itu akan memaksa setiap klub profesional memainkan enam pemain lokal di tim utama, dan hanya menjatahkan lima stranieri di dalamnya. Lalu, bagaimana nasib Inter yang sebagian besar pemainnya justru berasal dari luar Italia?


Jika melihat skuad bayangan musim depan, Inter sebenarnya tak perlu terlalu khawatir dengan peraturan baru FIFA itu. Mourinho bisa memulai rencana barunya dengan memaksimalkan dua talenta muda asal Italia, Mario Balotelli dan Davide Santon, dengan memberikan porsi bermain lebih ketimbang musim lalu.


Sejak musim lalu, Balotelli dan Santon menjadi bagian penting dari keberhasilan I Nerazzurri meraih gelar scudetto ke-17. Balotelli mampu menggantikan peran seniornya, Hernan Crespo serta Julio Cruz, sebagai tandem setia Zlatan Ibrahimovic. Sementara, Santon patut dipuji berkat keberhasilannya mematikan pergerakkan winger Cristiano Ronaldo, di leg pertama perdelapan final Liga Champions melawan Manchester United di musim lalu.


Tapi musim depan, posisi Balotelli terancam dengan kedatangan striker asal Argentina, Diego Milito. Namun, kemampuan tampil di banyak posisi membuat peluang Balotelli menembus tim utama tetap besar. Bisa saja Mourinho memainkannya sebagai salah satu dari tiga striker dalam formasi 4-3-3. Atau, jika penampilan Milito tidak sesuai dengan harapan, Balotelli berpeluang bertahan sebagai duet Ibra.


Sementara, peluang Santon terbilang jauh lebih besar. Meski posisi aslinya bek kanan, Santon mampu beradaptasi dengan baik saat dimainkan di sisi kiri. Di posisi tersebut, bek berusia 18 tahun itu hanya perlu bersaing dengan Maxwell, yang penampilannya belum layak di. Di musim perdananya, Santon sudah dipercaya bermain sebagai starter sebanyak 18 partai, dua di antaranya di Liga Champions. “Santon hanya butuh kepercayaan lebih. Saya yakin, di masa mendatang dia bisa menjadi Paolo Maldini baru di Inter,” tukas Mourinho.


Bisa dibilang, Balotelli dan Santon akan memulai generasi baru pemain lokal di Giuseppe Meazza. Bukan tidak mungkin mulai musim mendatang Mourinho akan mulai memprioritaskan pemuda asal Italia dibanding menambah sumpek ruang ganti Inter dengan pemain-pemain asing. (Irawan)

Wednesday, July 1, 2009

Midfielder Pengubah Wajah

Kehadiran Thiago Motta bakal memperkuat lini tengah Inter. Posisi Sulley Muntari bisa terancam.

KEDATANGAN Diego Milito diyakini akan membawa perubahan positif di tubuh Inter Milan. Namun kehadiran Thiago Motta tak kalah penting bagi I Nerazzurri. Gelandang asal Brasil itu bisa menjadi solusi terbaik untuk pola yang dipersiapkan pelatih Jose Mourinho untuk musim depan.

Untuk Milito, sang allenatore berencana memadukannya dengan Zlatan Ibrahimovic sebagai penggedor utama di lini depan. Sementara, Mourinho akan memproyeksikan Motta sebagai jangkar di lini tengah, menemani Esteban Cambiasso serta sang kapten, Javier Zanetti.

Sebagai gelandang bertahan, kualitas Motta memang tak perlu diragukan. Namun, apakah Motta akan dengan mudah mampu menggantikan peran Cambiasso ataupun Zanetti sebagai penyeimbang di lini tengah Inter? Toh, sejauh ini Inter justru lebih dipusingkan dengan ketidakhadiran sosok gelandang kreatif yang mampu mengalirkan bola dari lini tengah ke depan.

Menjawab keraguan itu, selama ini Inter memang hanya bergantung pada Cambiasso sebagai gelandang bertahan murni. Jika Cambiasso tidak bisa bermain, Inter lebih sering memainkan Zanetti, Cristian Chivu ataupun Sulley Muntari sebagai pelapis. Namun, ketiganya kurang bisa tampil maksimal di posisi yang cukup vital itu. Zanetti dan Muntari memiliki naluri serang yang cukup tinggi sebagai gelandang bertahan. Sedangkan, Chivu justru memiliki posisi asli sebagai bek.

Hadirnya Motta pun menjadi solusi terbaik untuk menopang kerja para defender Inter. Motta dikenal sebagai pemain yang tidak kenal kompromi dalam menahan pergerakkan lawan. Satu musim bermain bersama Genoa, Motta mengoleksi sembilan kartu kuning, serta satu kartu merah, dari 71 pelanggaran yang dilakukannya.

“Aku ingin memenangi Liga Champions. Karena itulah aku memilih pergi dari Genoa dan ingin mencapainya bersama Inter,” papar Motta kepada La Gazzetta dello Sport.

Dengan tugas sebagai tembok terakhir di lini tengah Inter, Motta akan meringankan tugas Cambiasso. Atau bahkan peran yang diemban Cambiasso pada musim lalu bakal diambil alih oleh Motta mulai musim depan. Ini akan memungkinkan Cambiasso bermain lebih maju guna mendukung lini depan Inter bersama Zanetti, Dejan Stankovic, ataupun Muntari.

MEMADUKAN MOTTA DAN CAMBIASSO

Dengan kedatangan Milito, Mourinho akan kembali memprioritaskan formasi 4-4-2 yang digunakannya hampir sepanjang musim lalu. Namun, bukan tidak mungkin formasi alternatif 4-3-1-2 juga akan dicobanya. Semua bergantung pada aktivitas Inter di bursa transfer kali ini.

Mourinho sempat mengakui ingin mengembalikan peran playmaker di tubuh Inter. Gelandang asal Portugal, Deco menjadi pemain yang diyakini bakal hadir sebagai jawabannya. Jika demikian, pola 4-3-1-2 dirasa lebih cocok dengan kehadiran sosok trequartista di lini tengah. Peran satu gelandang di belakang dua striker akan menjadi tempat yang ideal bagi Deco.

Untuk tiga gelandang di belakangnya, Mourinho masih harus mempertimbangkan beberapa kemungkinan, tergantung pada kebutuhan tim. Satu tempat kemungkinan besar masih akan menjadi milik Zanetti. Meski telah menua, kualitas Zanetti masih sangat dibutuhkan tim. Sementara, dua tempat tersisa akan diperebutkan antara, Cambiasso, Muntari, Stankovic, hingga Motta.

Jika Mourinho ingin memainkan strategi menyerang, komposisi Zanetti, Cambiasso, dan Stankovic mungkin lebih tepat. Namun, jika yang ditekankan strategi bertahan, Motta menjadi pilihan yang cocok. Bahkan, bukan tidak mungkin juga Motta akan dipasang berbarengan dengan Cambiasso untuk menemani Zanetti.

Kalau demikian, beberapa pemain, termasuk Muntari, harus merelakan posisinya di tim utama tersingkir mulai musim depan. (Irawan)

Mencari Trequartista

Mourinho membutuhkan sosok playmaker dalam timnya. Dua pemain dipertimbangkan untuk bergabung di musim panas ini.

ARRIVEDERCI Luis Figo! Sambutan meriah mengiringi laga perpisahan gelandang serang Inter Milan asal Portugal itu, di Giuseppe Meazza. Kepergian Figo berarti Inter bakal kehilangan kreator serangan di lini tengahnya. Hal itu pula yang membuat Jose Mourinho mulai memburu figur trequartista anyar pengganti Figo.

Meski berposisi asli sebagai winger, Inter memang kerap memainkan Figo di belakang dua striker. Peran itu sudah diembannya sejak era kepelatihan Roberto Mancini hingga Mourinho. Dengan raihan empat gelar scudetto, tak pelak Figo berhak dinobatkan sebagai playmaker terbaik milik Inter.

Lebih dari satu dekade Inter gagal menemukan sosok playmaker dengan kualitas mumpuni. Beberapa nama seperti Clarence Seedorf, Vladimir Jugovic, Emre Belozoglu, Juan Sebastian Veron, hingga Luis Jimenez gagal memenuhi harapan Inter. Kebutuhan Inter sempat terjawab saat Figo didatangkan dari Real Madrid pada 2005 lalu. Namun, dengan posisi asli sebagai winger, Figo membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan posisi baru yang dituntut pelatih. Apalagi saat datang, usia Figo sudah tak muda lagi, 32 tahun.

Sejak ditangani Mourinho di musim 2008-09, beberapa opsi trequartista sempat dicoba. Selain Figo, Dejan Stankovic menjadi pemain tersering ditempatkan di posisi tersebut. Namun, peran itu gagal dimainkan secara sempurna oleh gelandang asal Serbia itu. Gaya bermain Stankovic lebih kental sebagai petarung dibanding sebagai fantasista.

“Saya merindukan pemain kreatif bernomor punggung 10 (playmaker) di tim ini,” ucap Mourinho. “Saya lelah melihat para gelandang kami hanya bekerja keras dan minim kreativitas. Karena itu, untuk membuat skuad Inter lebih kompetitif, kami membutuhkan suntikan pemain baru.”

Setelah mendapatkan Diego Milito serta Thiago Motta dari Genoa, Mourinho masih berniat memboyong tiga pemain lagi di musim panas ini. Satu di antaranya adalah seorang playmaker.

KEMATANGAN ATAU POTENSI

Beberapa nama seperti Deco (Chelsea), Honorato Campos Ederson (Olympique Lyonnais), Wesley Sneijder (Real Madrid), serta Elano Blumer (Manchester City), telah masuk ke dalam daftar buruannya. Namun, hanya Deco dan Ederson yang peluangnya paling besar untuk bergabung ke Giuseppe Meazza.

Deco menjadi pilihan utama berkat pengalaman serta kematangan bermainnya di Liga Champions. Apalagi, hubungan gelandang asal Portugal itu dengan Mourinho cukup dekat, karena keduanya sempat bahu membahu memberikan trofi Liga Champions bagi FC Porto, pada 2003-04 lalu. Sang allenatore sendiri mengaku sangat tertarik untuk bekerjasama kembali dengan eks anak buahnya itu.

“Saya sangat senang jika bisa kembali bersama-sama Deco dalam satu klub,” papar pelatih berjuluk Lo Speciale itu kepada Lusa. “Kami memiliki kenangan indah bersama di Porto. Dan, jika memungkinkan dia datang ke Inter, saya akan sangat antusias.”

Yang menjadi pertimbangan Inter mungkin hanya usia Deco yang tak lagi muda (31 tahun). Pasalnya, sejak musim lalu, Mourinho sempat berjanji ingin mengoptimalkan skuad muda di timnya. Untuk itu, figur Ederson mungkin paling tepat di usianya yang baru menginjak 23 tahun. (Irawan)

Mengikis Jejak Pendahulu

Mourinho mulai meminimalisasi skuad Mancini dengan menyeleksi generasi tua yang tak terpakai lagi.

SETELAH mengorbitkan pemain muda potensial, pelatih Inter Milan Jose Mourinho, siap mengambil langkah lanjutan. Dia akan menyingkirkan beberapa pemain yang tak lagi terpakai. Di balik langkah itu tercium gelagat Mourinho ingin mengikis eksistensi beberapa pemain veteran kepercayaan pelatih sebelumnya, Roberto Mancini.

Tengoklah musim 2008-09. Tak ada yang menyangka akan muncul pemain berusia 17 tahun yang menembus skuad inti. Mourinho memilih mengorbitkan Davide Santon guna menyusul Mario Balotelli yang telah melesat terlebih dulu sebagai perwakilan generasi baru Inter.

Selain itu, Mourinho makin berani menyingkirkan beberapa andalan klub di era Mancini seperti, Adriano dan Luiz Jimenez. Adriano bahkan telah dibuang akibat ulahnya yang tak kunjung membaik sejak diasingkan ke Sao Paulo musim lalu. Sementara karier Jimenez di musim ini semakin menurun. Terlihat dirinya hanya bermain delapan kali, atau kurang dari setengah penampilannya musim lalu (22).

Mourinho memang mendapat wewenang penuh dari Presiden Massimo Moratti untuk membentuk tim impiannya. Moratti tak menyesali sedikitpun strategi transfer Inter di musim lalu yang tidak terlalu efektif. Justru kepercayaan penuh diberikan kepada Lo Speciale untuk meninggalkan jejak Mancini.

“Tentu saya masih sangat memercayai segala perkataan pelatih,” ucap Moratti kepada La Gazzetta dello Sport. “Dia telah menunjukkan sikap profesionalnya di musim ini, dan hal itu tak akan berubah ke depannya. Saya percaya dia sangat serius membangun tim ini.”

Menyambut musim depan, Mourinho akan memanfaatkan kepercayaan Moratti dengan kembali menyisihkan beberapa pemain veteran. Beberapa kebetulan memang sudah berumur di atas 30 tahun dan mulai memasuki akhir kariernya. Mourinho siap menggantinya dengan perpaduan antara talenta muda dan pemain berusia matang.

SELEKSI PEMAIN TUA

Di skuad Inter musim ini ada 11 pemain yang berumur di atas 30 tahun. Dari semuanya itu, hanya dua yakni Javier Zanetti serta Ivan Cordoba yang hampir dipastikan bertahan di skuad inti. Kebetulan keduanya memang masih memegang peranan vital sebagai dua kapten di tim utama Inter hingga kini. Meski tidak lagi berusia muda, Zanetti (35 tahun) serta Cordoba (32), juga masih menunjukkan kemampuan bermain di level atas.

Beberapa nama lain mungkin masih akan dipertahankan Mourinho, meski tak sebagai pemain inti. Francesco Toldo (37), Marco Materazzi (35), dan Walter Samuel (31), tetap dibutuhkan Mourinho guna melapis skuad utama.

Lain halnya dengan enam pemain lainnya. Setelah Luis Figo memutuskan pensiun di akhir musim, Hernan Crespo (33) juga bakal hijrah ke Genoa mulai musim depan. Sisanya, Julio Cruz (34), Patrick Vieira (32), Olivier Dacourt (34), serta Paolo Orlandoni (36), diyakini siap menyusul jejak striker berjuluk Valdanito itu.

Indikasi sudah terlihat dengan terisisihnya mereka dari tim utama Inter di era Mourinho. Musim ini, Cruz hanya bermain sebanyak 18 kali berbanding 38 penampilannya di musim sebelumnya. “Aku sudah siap menghadapi kemungkinan tak lagi bermain di Inter musim depan,” ujar Cruz.

Sementara itu, Vieira hanya tampil 12 kali dari 21 kali bermain di musim lalu. Penggawa timnas Prancis itu juga mulai mempertimbangkan mengepak koper untuk kembali ke kampung halamannya di musim mendatang. “Aku akan bertemu dengan pelatih untuk memastikan nasibku musim depan. Setelahnya, baru aku akan mengambil keputusan. Semuanya masih mungkin terjadi. Tapi, pertimbangan utamaku adalah pulang kampung dan bermain di salah satu klub besar di Prancis,” papar Vieira. (Irawan)

Berada di Persimpangan

Sempat menyatakan enggan pergi dari Inter, Ibra justru mengaku siap merintis karier di Spanyol.

LOYALITAS Zlatan Ibrahimovic bersama Inter Milan mulai digoyang. Barcelona menjanjikan prestasi lebih bagi Ibra dari sekadar juara Serie-A bersama I Nerazzurri. Iming-iming merengkuh trofi Liga Champions dijadikan senjata ampuh El Barca untuk merayunya Ibra keluar dari Giuseppe Meazza.

Kegagalan berprestasi di Liga Champions nampaknya sangat mempengaruhi mood bermain Ibra. Tak heran jika dia mulai menunjukkan gelagat bakal pergi dan mencoba peruntungan di klub yang menjanjikan prestasi lebih tinggi.

Sukses meraih tiga gelar scudetto masih belum membuatnya puas. Ambisi menaklukkan Eropa mulai mengantarnya menuju persimpangan antara ambisi dan kesetiaan.

Kondisi ini bukan pertama kalinya bagi pemain yang akrab dengan julukan Ibracadabra itu. Saat masih bermain untuk Juventus, Ibra juga sempat dianggap mengkhianati kesetiaan yang sempat dibangun. Dua musim, I Bianconeri menjadikannya bintang, tapi Ibra justru nyelonong pergi di saat timnya terpuruk dalam skandal calciopoli.

Inter harus siap menerima kenyataan jika Ibra kembali bermuka dua. Gelagat ke arah sana pun mulai muncul. “Aku memiliki kontrak bersama Inter, dan aku bahagia di sini. Tapi, di saat bersamaan, aku juga ingin mencoba sesuatu yang baru, apalagi aku telah berada di Italia selama lima tahun. Aku telah memenangkan berbagai gelar dan banyak belajar di Italia. Tapi, ada saatnya dalam hidup ini ketika kita ingin merasakan tantangan baru,” jelas Ibra.

Sebelumnya, Ibra sempat diberitakan tengah dekat dengan Real Madrid. Namun, belakangan Barcelona justru muncul sebagai peminat paling serius. Tak tanggung-tanggung, paket Samuel Eto’o serta dana 25 juta euro (sekitar Rp348,6 miliar) dipersiapkan Barcelona.

Namun, keseriusan El Barca diyakni bakal terkendala tuntutan gaji Ibra yang cukup tinggi. Pasalnya, permintaan kenaikkan gaji sebesar 7,5 juta euro atau Rp104,5 miliar dari Eto’o saja enggan dikabulkan Barcelona. Sementara, bayaran Ibra di Inter tidak kurang dari 12 juta euro (sekitar Rp167,4 miliar), atau hampir dua kali lipat permintaan Eto’o.

TAK TERGANTIKAN

Meski begitu, semakin kencangnya rumor Ibra ingin hengkang membuat Inter mulai kelimpungan. Pasalnya, Ibra memang telah menjelma menjadi protagonista utama di tubuh La Beneamata di tiga musim terakhir ini. Kemampuannya mengobrak-abrik pertahanan lawan kerap menjadi pemecah kebuntuan timnya di saat-saat krisis.

“Dia (Ibrahimovic) telah memberikan segalanya untuk klub ini, begitu juga sebaliknya. Saya tak perlu berbicara banyak tentang dia. Dan yang pasti, saya tak bisa membayangkan masa depan klub ini tanpanya,” papar Presiden Inter, Massimo Moratti.

Kehilangan sosok yang berpengaruh besar seperti Ibra membuat perombakan taktik harus dilakukan pelatih Jose Mourinho. Peran yang diemban Ibra sebagai fantasista juga belum dimiliki striker Inter lainnya. Dengan bakal hengkangnya dua striker veteran, Hernan Crespo dan Julio Cruz, Mourinho diyakini masih belum berani membebani duo youngster, Mario Balotelli dan Victor Obinna, untuk memainkan peran Ibra.

Hadirnya Diego Milito mungkin menjadi salah satu opsi terbaik Inter. Tak ada yang meragukan kualitas produktivitas bomber yang didatangkan dari Genoa itu dengan koleksi 24 golnya sepanjang musim. Namun, gaya bermain yang lebih kental sebagai finisher membuat Inter sedikit sulit mengharapkan pemain yang dihargai 16 juta euro (sekitar Rp 226 miliar) ini sebagai pengganti Ibra. Begitu pula halnya dengan Eto’o yang mungkin ditakur dengan Ibra. Gaya bermainnya lebih mirip dengan Milito.

Namun terlepas dari siapapun pemain yang diincar Mourinho, beberapa pihak meyakini masa depan Inter akan suram tanpa kehadiran Ibracadabra. Bahkan, hilangnya Ibra juga disinyalir kian meruntuhkan kualitas Serie-A sebagai salah satu kompetisi terbaik di Eropa. (Irawan)

Memadukan Mesin Gol Terbaik

Mourinho mengawali pembenahan di skuadnya dengan mempertajam lini depan.


GELAR scudetto musim ini sudah di tangan. Tapi, Inter Milan enggan berpuas diri. Target menguasai Eropa membuat pelatih Jose Mourinho terbebani segera memperbaiki kekurangan timnya menyambut musim depan. Salah satunya dengan membenahi keseimbangan tim agar lebih kompetitif.


Tak ingin ketinggalan dari pesaingnya, Inter langsung gerak cepat. Target utama adalah memperbaiki mesin serangnya. Satu penyerang berhasil digenggam, yakni Diego Milito dari Genoa. Inter tinggal selangkah lagi menyelesaikan proses transfer, sebelum memperkenalkannya sebagai anggota anyar I Nerazzurri.


Kehadiran Milito merupakan solusi terbaik untuk sektor depan. Bomber asal Argentina itu diyakini bakal menjadi tandem paling ideal bagi Zlatan Ibrahimovic. Maklum, Milito tak kalah tajam dengan Ibra. Tersisa satu pekan lagi di Serie-A, Ibra masih bertengger di puncak marcatori dengan koleksi 23 gol. Sementara Milito muncul di baris berikutnya dengan raihan 20 golnya bersama Genoa.


Kedatangan Milito kian mempertegas Mourinho bakal tetap mengoptimalkan pola 4-4-2. Apalagi, perjudian Mourinho, yang di awal musim lalu sempat memainkan pola favoritnya, 4-3-3, dinilai gagal. Dua winger, Ricardo Quaresma dan Amantino Mancini, dianggap sebagai pembelian kurang efektif oleh Mourinho di musim ini.


Selain itu, perekrutan Milito juga sebagai langkah mengantisipasi kepergian Adriano yang resmi diputus kontraknya. Bahkan, Inter juga dikabarkan siap melepas dua striker veteran, Hernan Crespo dan Julio Cruz di musim panas nanti. Dengan hanya memiliki dua striker belia, Mario Balotelli dan Victor Obinna praktis Mourinho membutuhkan beberapa penyerang tambahan untuk menemani Ibra.


PERMAINAN FISIK


Selain Milito, Inter juga akan menggaet Thiago Motta (Genoa). Hal ini menunjukkan kepedulian Mourinho untuk memperkokoh barisan tengah. “Kami memang berniat mendatangkan dua sampai tiga penyerang lagi, termasuk menggantikan Adriano,” ujar Mourinho. “Selain itu, sepanjang musim lalu kami selalu memainkan komposisi yang hampir sama di lini tengah. Jika salah satu dari Javier Zanetti, Sulley Muntari, Esteban Cambiasso, atau Dejan Stankovic absen, kami akan bermasalah.”


Mourinho agaknya berniat meniru gaya bermain mantan klubnya, Chelsea yang cenderung mengandalkan permainan fisik. Hal itu dipraktikkan Mourinho dengan memercayakan lini tengah kepada gelandang bertipe pekerja keras seperti Muntari, Cambiasso, Zanetti, ataupun Stankovic. Memboyong Motta semakin mempertegas hal tersebut.


Beberapa pemain lain masih diincar Mourinho untuk memperkuat timnya. Namun, yang patut dinanti apakah pembelian kali ini mampu memecah kebuntuan Inter di kancah Eropa. Atau bahkan, pembelian gagal di awal musim lalu kembali terulang. (Irawan)

In Memoriam: Giacinto Facchetti

In Memoriam: Giacinto Facchetti