Friday, January 20, 2012

Diego Milito: Saat Bidone d'Oro Tak Lagi Menakutkan


Form is temporary, but Class is permanent
. Ujar-ujar itu saya pikir pantas diapungkan saat menyimak perjalanan karier seorang Diego Milito. Dia memang bukan pemain dengan pesona luar biasa seperti Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, ataupun Zlatan Ibrahimovic. Perjalanan karier pun tak semengilap ketiganya. Meski begitu, Milito mampu menunjukkan performa laiknya seorang bintang. Tampak dari performa termutakhir, setelah dia dinobatkan sebagai peraih Bidone d'Oro, atau pesepak bola terburuk sepanjang 2011.

Bagi sebagian besar pesepak bola di Italia, Bidone d'Oro memang dianggap sebagai kutukan nan menakutkan. Bagaimana tidak, sejak penghargaan Bidone d'Oro mulai diusung Rai Radio pada 2003 silam, kutukan Golden Bin, trofi yang diberikan kepada peraih Bidone d'Oro, secara perlahan bisa mematikan karier sang pemain. Bahkan hampir mustahil bagi pemain tersebut untuk kembali menemukan sinarnya.

Setidaknya hal itu yang pernah dirasakan nama-nama populer seperti Rivaldo, Christian Vieri, Adriano, Nicola Legrottaglie, Ricardo Quaresma, hingga Felipe Melo. Penampilan memesona mereka semakin memudar usai meraih predikat pemain terburuk hasil jajak pendapat yang diselenggarakan Rai Radio. Rivaldo langsung mudik dari AC Milan menuju Cruzeiro sebelum mengembara bersama klub-klub medioker di belahan Eropa lain seperti Olympiakos, AEK Athens, hingga Bunyodkor. Vieri pun setali tiga uang. Performa mengecewakan di San Siro tak kunjung membaik. ia pun terusir hingga ke AS Monaco. Nasib tak jauh berbeda dialami Quaresma dan Melo.

Sedikit apresiasi pantas diberikan kepada Adriano. Bukan karena striker asal Brasil ini berhasil meraih tiga gelar Bidone d'Oro, melainkan mentalitas yang ditunjukkan dalam upaya bangkit dari keterpurukan. Setelah meraih Golden Bin sebanyak dua kali berturut-turut selama di Inter, Adriano sempat dipaksa mudik ke Flamengo.

Namun, pada usia yang masih tergolong muda, semangat membara ditunjukkan pemain berjuluk L'Imperatore ini. Pinangan dari AS Roma pun disambut dengan tangan terbuka. Petualangan kedua di Italia resmi dilakoni bersama skuad Serigala Ibukota. Sial bagi Adriano, kutukan Bidone d'Oro ternyata masih terus menghantuinya. Total, dia hanya merasakan lima kali kesempatan bermain tanpa sekalipun mencetak gol. Pencinta sepak bola Italia pun tak ragu kembali menghadiahi pemain kelahiran Rio de Janiero itu trofi Golden Bin yang keempat kalinya. Konsekuensinya cukup pahit, dia pun kembali terkucilkan, hingga memilih pulang kampung ke Corinthians.

Cara Milito mencetak gol pada musim ini.


Pada 11 Desember 2011 lalu, pendukung Inter dipaksa ketar-ketir melihat rilis yang dikeluarkan Rai Radio. Tiga nama dari skuad La Beneamata masuk nomine peraih Bidone d'Oro 2011. Dua pemain baru, dan satu muka lama. Ironis, satu nama itu tak lain protagonista utama saat final Liga Champions 2009-10 di Santiago Bernabeu, yakni Milito. Puncaknya ketika nama Milito akhirnya masuk ke jajaran pengoleksi Bidone d'Oro. Sebuah hasil voting yang tentu membuat para Interisti bak kebakaran jenggot. Namun tidak bagi pemerhati sepak bola lain. Pasalnya, performa Milito usai membawa Inter meraih treble winner pada 2010 silam memang mulai terjun bebas.

Jika pada musim pertamanya dia mampu menorehkan total 30 gol dari 51 penampilan, musim berikutnya koleksi golnya mulai tergerus. Torehan 8 gol bahkan tak sampai separuh dari pencapaiannya pada musim pertama di Inter. Badai cedera menjadi salah satu penyebab keran gol Milito mulai tersumbat. Tak pelak, rumor kepindahannya dari Giuseppe Meazza pun kian beredar santer. Genoa coba memanfaatkan situasi dengan bujuk rayu agar sang striker mau kembali ke Luigi Ferraris.

Akan tetapi, manajemen Inter tak mau gegabah. Kepergian Samuel Eto'o ke Anzhi Makhachkala pada musim panas lalu, membuat Presiden Massimo Moratti memutuskan menjaga salah satu generasi emas tersisa peninggalan Jose Mourinho. Disebut generasi emas karena sejak era La Grande Inter yang dibesut allenatore legendaris, Helenio Herrera, medio 1960-an silam, baru kali ini mereka mampu berjaya di kancah Eropa. Gayung bersambut, Milito bersikeras enggan meninggalkan Appiano Gentile. Rayuan Genoa pun ditampiknya. Kesetiaan bersama skuad I Nerazzurri tetap dijaga.

"Tak pernah sedikitpun terlintas dalam pikiranku untuk pergi. Situasi seperti ini sering terjadi di sepak bola. Aku hanya perlu tenang, dan terus bekerja keras. Aku percaya, fans Inter akan selalu berada di belakangku," tutur Milito dengan penuh rasa percaya diri.

Buah kerja keras dan kesabaran Milito pun terjawab. Penampilannya meningkat pesat pada tiga laga terakhir. Diawali sebiji gol sebagai penutup tahun kala Inter meraih kemenangan 4-2 atas Lecce, Milito mendapat standing ovation dari publik Giuseppe Meazza kala menyumbangkan dua gol dan satu assist pada laga pembuka 2012, menghadapi Parma. Inter menang dengan skor telak 5-0, dan Milito mencatatkan namanya sebagai man of the match pada laga itu.

Tak banyak yang mengira Milito mampu bangkit secepat itu. Terlebih, gol demi gol tercipta kurun sebulan kurang sejak membawa pulang kutukan Bidone d'Oro. Puncaknya, kala Inter harus berhadapan dengan rival sekota, Milan dalam laga bertajuk Derby della Madonnina. Insting membunuh Milito kembali muncul. Diawali sentuhan apik usai menerima bola sodoran dari kapten sekaligus rekan senegaranya, Javier Zanetti, Milito memaksa kiper Christian Abbiati takluk melalui sepakan diagonal kaki kirinya. Gol yang membuat Interisti berpesta di tengah dominasi Milanisti di San Siro.

Puja-puji pun mengalir deras. Julukan Il Principe kembali laik disematkan kepada striker berusia 32 tahun ini. "Dia salah satu orang yang pernah membantu Inter memenangkan Liga Champions, sehingga jelas sangat layak dihormati. Kenapa saya masih memberinya kepercayaan? Pertama, saya menghargai kariernya. Kemudian apa yang disumbangkannya kepada tim, saya berharap dia bisa memberikan sesuatu kepada tim hari ini dan seterusnya. Cepat atau lambat Il Principe akan kembali," sanjung sang allenatore, Claudio Ranieri.

Ya, pujian Ranieri memang cukup beralasan. Milito bukan pemain biasa. Kelasnya sebagai seorang bintang berhasil membawanya keluar dari lubang hitam yang sempat menghambat kariernya. Visi, teknik sempurna, dan ketenangan, menjadi kelebihan yang dimiliki Milito untuk menjadi seorang striker istimewa. Dia bukan bomber egois, namun cukup cerdas untuk membuat keputusan singkat, kapan harus mengoyak gawang lawan, kapan harus memberi assist. Penampilannya di lapangan memang tak melulu sempurna, namun kelasnya sebagai seorang pemain bintang tak akan pernah lekang oleh usia. Milito memberi pelajaran bagi para pemain muda Inter. Bahwa keterpurukan bukanlah akhir, melainkan transformasi seorang pemain menuju kebintangan. @IrawanCobain

Statistik performa Milito musim 2011-12.

Perkembangan nilai jual Milito dari tahun ke tahun.

3 comments:

  1. luar biasa.... semoga milito bisa mempertahankan perfom nya...

    ReplyDelete
  2. Emg ANEH bgt fans2 Italia sana, keliatan bgt bias-y. Masa pemain yg penampilan-y menurun krn cedera bsa lbh buruk dr pemain fit tp performa-y bnr2 anjlok spti Krasic, Amauri, atau bhkn Pato?! Just CRAZY!!!

    ReplyDelete
  3. Emg ANEH bgt fans2 Italia sana, keliatan bgt bias-y. Masa pemain yg penampilan-y menurun krn cedera bsa lbh buruk dr pemain fit tp performa-y bnr2 anjlok spti Krasic, Amauri, atau bhkn Pato?! Just CRAZY!!!

    ReplyDelete

In Memoriam: Giacinto Facchetti

In Memoriam: Giacinto Facchetti