Friday, October 28, 2011

Internazionale vs Juventus: Bukan Sekadar Tiga Poin

Dari sekian banyak partai big-match di Italia, Inter Milan kontra Juventus salah satu yang dinanti. Rivalitas keduanya sudah mengakar sejak lama. Jika tak ada skandal Calciopoli yang menyeret Juventus ke Serie-B, dua tim inilah yang belum pernah merasakan terdegradasi dari Serie-B. Hal itu juga yang mendasari laga antara kedua tim disebut Derby d'Italia.

Tak heran jika Juventus sangat menyimpan dendam kepada rivalnya itu. Di antara bebebrapa klub besar, hanya Inter yang dinyatakan bersih dari skandal Calciopoli. Ironisnya, Juve mendapat hukuman terberat. Lengser ke Serie-B, ditambah dua gelar Scudetto miliknya dicabut, dan salah satu dihibahkan kepada Inter.

Usai masa suram tersebut, Juventus mulai bangkit. Kini mereka kembali merebut status salah satu tim terbesar di Serie-A. Performa meyakinkan pada awal musim berbanding terbalik dengan pencapaian Inter. Perolehan poin Juventus di puncak klasemen berselisih dua kali lipat dari milik Inter yang masih berkutat di posisi 16.

Inilah pertama kalinya, sejak Calcipoli pada 2006, Inter harus melakoni duel dengan berada di bawah Juventus. Dengan performa yang masih labil, Inter pun tak lebih dijagokan ketimbang calon tamunya. Tak heran, dengan hanya bertarung di kompetisi domestik, Juventus pun sudah teruji menghadapi tim besar. Pada giornata 6 lalu, skuad asuhan Antonio Conte ini mampu menekuk AC Milan dengan skor 2-0.

Namun statistik termutakhir bukan jaminan Juventus bakal mudah membawa pulang tiga poin dari Stadion Giuseppe Meazza. Mentalitas Inter setiap bertemu Juventus selalu meninggi. Bagi kedua tim, laga Derby d'Italia bukan sekadar ajang mengejar tiga poin. Melainkan pertaruhan gengsi dua tim terbaik di Italia. Kondisi itu yang bakal menjadikan laga ini tetap menarik meski kedua tim berselisih cukup jauh di klasemen. (@IrawanCobain)

"Buat kami, ini salah satu laga terpenting. Juventus memiliki kekuatan yang lebih baik. Mereka tentu ingin menjadi tim terbesar lagi, dan terus berlatih keras untuk itu. Kami justru berada di kondisi berbeda. Memasuki laga dengan status tidak lebih diunggulkan, tapi kami ingin kembali menapak ke atas. Kami akan menyambut laga ini tanpa memikirkan posisi di klasemen." Claudio Ranieri, pelatih Inter.

STATISTIK PERTEMUAN

  • Dari total 164 pertemuan, Juventus lebih dominan, dengan menang 74 kali, dan hanya kalah 48 kali.
  • Namun saat berlaga di Giuseppe Meazza, Inter tampil lebih perkasa atas Juventus, dengan modal 36 kemenangan, 27 seri, dan kalah 19 kali.
  • Dari lima pertemuan terakhir, Juventus baru kalah sekali dari Inter, yakni pada 16 April 2010.
  • Dari lima pertemuan di kandang Inter, Juventus mampu meraih dua kemenangan, satu seri, dan dua kali kalah.

"Inter masih favorit untuk merebut Scudetto. Delapan pertandingan pertama tidak mengubah pandangan itu. Kita harus ingat, mereka masih memiliki fondasi tim yang mendominasi Italia dan Eropa dalam beberapa tahun terakhir. Ada tiga poin untuk diperebutkan. Pertandingan ini harus dipandang secara normal, dan menjadi tahap kami untuk melanjutkan pembangunan tim." Antonio Conte, pelatih Juventus.


INTER MILAN

  • Inter baru meraih dua kemenangan dari lima laga terakhir, dan sudah kebobolan tujuh gol.
  • Dari delapan laga Serie-A, Inter baru meraih satu kemenangan kandang, dan baru membukukan satu gol, yakni atas Chievo Verona.
  • Inter berada di urutan keempat tim dengan jumlah kebobolan terbanyak di Serie-A musim ini (14), hanya kalah dari Parma (17), Novara (16), dan Lecce (15)
  • Rekor Claudio Ranieri kala menghadapi mantan tim terbilang cukup baik. Yakni 17 kali menang, 8 seri, dan 7 kali kalah.

JUVENTUS

  • Juventus satu-satunya tim yang belum menderita kekalahan dari delapan laga Serie-A musim ini.
  • Dari tiga laga tandang, Juventus meraih satu kemenangan dan dua hasil imbang, dengan hanya membukukan dua gol.
  • Dari delapan laga, Juventus baru sekali gagal mencetak gol di sebuah pertandingan, yakni saat imbang 0-0 melawan Chievo Verona, (16/10).
  • Juventus menjadi tim kedua terproduktif dengan mengoleksi 13 gol (bersama Genoa), hanya kalah dari AC Milan (16 gol).


PRAKIRAAN LINE-UP
Inter (4-3-1-2): Castellazzi; Maicon, Lucio, Chivu, Nagatomo; Zanetti, Cambiasso, Stankovic; Sneijder; Pazzini, Zarate.
Juventus (4-3-3): Buffon; Lichtsteiner, Barzagli, Bonucci, Chiellini; Vidal, Pirlo, Marchisio; Pepe, Matri, Vucinic.

PREDIKSI
Inter menang: 37%
Seri: 30%
Juventus menang: 33%


Tuesday, October 18, 2011

Javier Zanetti, Simbol Kesetiaan



Winger Manchester United, Ryan Giggs boleh saja merebut Golden Foot 2011 award melalui voting dari seluruh penggemar sepak bola di seluruh dunia. Namun, kapten Inter Milan, Javier Zanetti pun tak ketinggalan meraih penghargaan yang berikan di Monte Carlo, Monaco, Senin (10/10) lalu. Pemain asal Argentina itu juga diaugerahi Golden Foot award oleh komite organisasi Golden Foot berkat pencapaiannya selama berkarier di lapangan hijau.


Sama halnya dengan Giggs, Zanetti juga memperoleh piagam berupa cetakan kaki dan tanda tangan dari emas. Edisi ke-9 dari Golden Foot memang dimenangkan oleh Giggs, tapi Zanetti bergabung dengan legenda lain di Promenade Champions, Luis Figo (Portugal), Ruud Gullit (Belanda), Rabah Madjer (Aljazair) Abedi Pelé (Ghana), menjadi pemain pertama yang dicalonkan dalam penghargaan ini.


"Javier Zanetti adalah legenda hidup dan seorang juara di lapangan. Lebih dari 1.000 pertandingan dimainkan sebagai pemain profesional, Dia meraih rekor sepanjang masa tampil bersama Internazionale dan terkenal dengan karakternya yang menjunjung tinggi sportivitas," bunyi pernyataan pihak komite organisasi Golden Foot.


Dengan penghargaan Golden Foot tersebut, Zanetti menjadi kelima Argentina yang menerimanya setelah Diego Armando Maradona (2003), Alfredo Di Stefano (2004), Mario Kempes (2007) dan Francisco Varallo (2010).


"Aku sangat senang, bangga dan aku pasti akan datang segera ke Monte Carlo berlibur dengan keluarga untuk menunjukkan kepada anak-anak jejak ayah mereka. Karierku sangat luar biasa, dan aku tidak pernah berpikir dari Banfield aku akan berakhir di Inter. Lebih dari itu, aku mengalahkan semua catatan penting, dan menerima pengakuan penting seperti yang telah kuterima malam ini," ucap Zanetti.


Well, penghargaan tersebut hanya satu dari beberapa torehan yang pernah diraih Zanetti bersama Inter. Hingga kini, total, Zanetti telah tampil tak kurang dari 760 laga bersama Inter sejak 1995. Dia sudah melewati catatan kapten legendaris Inter dan Italia, Giuseppe Bergomi yang memegang 756 penampilan. Rekor tersebut kian menahbiskan Zanetti sebagai salah satu legenda terbesar Inter. Akan tetapi, di mata mantan pelatih Inter, Leonardo, pencapaian tersebut tetap tak mampu menggambarkan seberapa besar arti Zanetti bagi I Nerazzurri.


"Nomor tak bisa menjelaskan seberapa berarti dia bagi Inter dan sepak bola dunia. Ketika saya diminta menuliskan testimoni untuk Zanetti, saya kesulitan menemukan kata-kata tersebut," puji Leo terhadap sepak terjang pemain berjuluk Il Trattore tersebut di lapangan hijau.


"Kapten baru meraih rekor lain, dan seolah hal itu biasa baginya. Bagi sebagian orang, pencapaian itu mungkin luar biasa, namun pada dasarnya itu hanya bagian dari konsekuensi karier yang dibangun dengan kerja keras. Bagaimana kita bisa bicara tentang Kapten tanpa kalimat-kalimat pujian?" pungkas Leo.


Hingga saat ini, Zanetti memang telah menorehkan berbagai prestasi individu bersama Inter. Dia juga masuk ke dalam jajaran lima besar pemain dengan koleksi caps terbanyak di kompetisi Eropa. Yang terbaru, dia baru saja melampaui koleksi Paolo Maldini sebagai kapten tim yang paling banyak tampil di kompetisi Eropa, yakni 78 laga. Selama lebih dari 16 tahun bermukim di Giuseppe Meazza, ayah dari Sol Zanetti dan Ignacio Zanetti ini sudah mengoleksi banyak gelar. Prestasi tertingginya saat dalam satu tahun, yakni 2010, dia mampu membantu Inter merebut lima trofi sekaligus, yakni Scudetto, Coppa Italia, Liga Champions, Supercoppa Italia, dan Piala Dunia Antarklub.




PESTA DI TERRAZZA MARTINI

Dengan berbagai torehan prestasi dan rekor, I Nerazzurri memang pantas memberikan apresiasi lebih kepada Il Capitano. Salah satunya dengan menggelar pesta sederhana di Terrazza Martini, Kamis (28/9). Menariknya, tempat tersebut memiliki nilai historis tinggi bagi Zanetti dan Inter, yakni saat pertama kali dia diperkenalkan kepada publik sebagai pemain baru Inter pada Juni 1995.


Pada pesta itu, sebuah hadiah istimewa juga diberikan oleh Presiden Inter, Massimo Moratti kepada Zanetti. Yakni selembar kopian kontrak pertama Zanetti bersama Inter yang dikemas dalam bingkai perak. Dokumen resmi pertama Zanetti bersama Inter, dengan otorisasi FIGC pada 18 Juli 1995.



Di antara tamu yang hadir dan turut memberi apresiasi terhadap pencapaian pengoleksi 145 caps bersama timnas Argentina ini adalah, dewan direksi Giuseppe Bergomi, teman baiknyaMarco Materazzi, lalu ada Juan Valentin Angelillo, direktur klub saat ini, dan juga mereka yang hadir pada Juli 1995, ketika pemain muda Argentina yang tidak populer ini tiba di Italia: Sandro Mazzola, Luis Suarez, Mario Corso dan Giammaria Visconti di Modrone.


Moratti sendiri berharap Zanetti masih akan terus melanjutkan kariernya untuk jangka waktu yang lama. "Dia masih bisa menciptakan perbedaan, di lapangan, dan sebagai manusia. Dia masa depan Inter. Sebagai direktur? Bukan, tapi sebagai pemain, karena dia masih akan bermain lama di sini. Jika kalian bertanya kepada saya, dia lah pemain terbaik di lapangan. Di usia 38 tahun, dia mampu menunjukkan sebagai pemain hebat, bahkan pemain penting bagi klub manapun."


Gayung bersambut, usia yang kian menua ternyata tak menghalangi ambisi Zanetti untuk terus bermain. Dia menegaskan masih ingin terus bermain setidaknya hingga dua musim mendatang, atau sampai melewati umur 40 tahun. Kontrak pemain berusia 38 tahun itu bersama Inter akan habis pada 2013 nanti. Namun Zanetti masih belum berpikir untuk pensiun.


Saking cintanya dengan Inter, Zanetti tidak menuntut gaji yang besar. Asalkan bisa terus bermain, Zanetti menyerahkan sepenuhnya kepada Moratti untuk memutuskan besar gaji yang akan diterimanya. "Akan sangat menyenangkan jika aku tetap di Inter. Jika kakiku tidak mengganggu, aku akan senang memperpanjang kontrak selama 12 bulan lagi. Aku akan meneken kertas kontrak kosong dan presiden Massimo Moratti bisa mengisi sendiri jumlah gajinya," tutur pemain yang mulai menyandang ban kapten Inter sejak 29 Agustus 1999 ini.


Membicarakan perjalanan karier Zanetti di lapangan hijau memang tak akan ada habisnya. Figur suami setia bagi Paula ini pun bukan sekadar sosok yang luar biasa saat di lapangan, di luar lapangan kepribadiannya pun laik dijadikan panutan. Pada Juni lalu, dia juga pernah mendapat penghargaan Ambrogino d'Oro atau olahragawan berkepribadian terbaik karena dianggap sebagai pribadi yang luar biasa, dari negara asalnya Argentina. Dia menerima penghargaan tersebut di Golden Hall di Buenos Aires, 13 Juni 2011 lalu.
“Kapten Javier Zanetti mendapat penghargaan dalam upacara yang dihadiri oleh semua anggota keluarganya, teman-temannya, dan anak-anak yang tergabung dalam Pupi Foundation,” demikian bunyi pernyataan situs resmi Inter.


Sebagai pebola, Zanetti memang memiliki kesadaran sosial tinggi. Menanggapi krisis ekonomi Argentina pada 2001 yang membuat jutaan orang jatuh dalam jurang kemiskinan, Zanetti bersama istrinya membentuk yayasan Pupi (Fundación PUPI). Yayasan tersebut didirikan di Argentina untuk membantu anak-anak miskin. Organisasi ini memberi anak-anak kesempatan pendidikan serta mengurus kebutuhan gizi mereka.


Well, dengan segala langkah yang ditempuh Zanetti baik di dalam maupun luar lapangan itu, predikat idola dan legenda memang pantas disandangnya. Kariernya mungkin tak akan bertahan lama lagi. Namun, namanya akan tetap abadi dalam buku sejarah La Beneamata. (@IrawanCobain)


Rekor Penampilan di Inter (sampai laga vs Novara):
1. Javier Zanetti (757/1995-sekarang)
2. Giuseppe Bergomi (756/1980-1999)
3. Giacinto Facchetti (634/1960-1978)
4. Sandro Mazzola (565/1960-1977)
5. Giuseppe Baresi (559/1976-1992)

27 Agustus 1995
Debut. Pertama kali Javier Zanetti mengenakan kostum Hitam-Biru, dan langsung merasakan rumput Giuseppe Meazza.


6 Mei 1998
Trofi pertama yang diraih Javier Zanetti bersama Internazionale, Piala UEFA 1997-98 di Paris, Prancis.


Scudetto 2008-09
Javier Zanetti, Sol (anak pertama), Ignacio (anak kedua), dan Paula (istri) merayakan gelar Scudetto ke-17 Inter.


22 Mei 2010
Javier Zanetti meneteskan air mata saat merayakan gelar juara Liga Champions usai mengalahkan Bayern Muenchen di final.


Berikut testimoni dari beberapa pelatih yang pernah bekerja sama dengan Zanetti:
"Saya senang berkesempatan untuk memberi selamat kepada Javier atas rekornya itu, melampaui penampilanya Giuseppe Bergomi di Inter. Dan saya beruntung bisa bekerja sama dengan dua legenda Nerazzurri itu." Roy Hodgson (1995-97, 1999)


"Hari ini kami merayakan bersamamu rekor yang telah kau pecahkan di Inter lebih dari pemain lain. Dan saya bisa katan jujur bagi saya kamu adalah fenomena sebenarnya di dunia sepakbola.Kapten di dalam dan luar lapangan. Kamu masih muda namun kamu mengikuti contoh yang benar; Kamu masih muda namun kamu adalah orang bersahaja dan tak pernah menyerah serta selalu mau belajar. Lalu kamu menjadi pesepakbola yang lebih baik; Menjadi seorang pria, suami, ayah; menjadi simbol tim, dan bukan hanya tim saja." Luigi Simoni (1997-98)


"Javier Zanetti adalah salah satu pesepakbola profesional yang pernah saya latih. Dia sangat berdedikasi, jujur, pekerja keras dan seorang yang bertanggung jawab. Profesional dalam melayani tim dan saya tidak berbicara mengenai dia sebagai pemain namun sebagai seorang profesional dalam sebuah grup." Hector Cuper (2001-03)


"Saya berkesempatan untuk menghadap Pupi sebagai pemain dan dia sangat membuat saya terkesan, walaupun masih muda dan seorang pemain asing, dia bermain dengan intesitas dan kualitas. Lalu saya sangat beruntung bisa melatihnya di Inter dan tanpa ragu saya katakan setiap pelatih di dunia pasti sangat ingin mempunyai pemain seperti dia, karena profesionalismenya dan kualitas yang dia tunjukkan di lapangan dan karena ia bisa bermain di setiap posisi kecuali kiper." Roberto Mancini (2004-08)


"Bagi saya Zanetti mewakili sebuah kebahagiaan dalam hidup, kebahagiaan menjadikan sepakbola sebagai pekerjaan dalam hidup saya. Dia awalah senyuman, semangat hidup, semangat berlatih, pembangkit semangat untuk semua orang yang bekerja dengannya. Dari itu semua dan jalan panjangnya sebagai pebola. Momen yang paling membahagiakan adalah saat kita berpelukan di tengah Santiago Bernabeu. Itu tidak akan jadi yang terakhir namun itu adalah yang paling berkesan selama dua tahun kebersamaan kita. Mungkin suatu hari bakal ada yang memecahkan rekor Zanetti, namun hanya ada satu Zanetti." Jose Mourinho (2008-10)


"Selamat, Pupi! Kapten telah membuat rekor baru lagi, yang membuat itu seperti terlihat biasa saja. Bagi orang lain itu akan jadi sesuatu yang luar biasa. Tapi dalam hal ini, ini jadi konsekuensi normal dari karier yang telah dia bangun dengan kerja keras. Bagaimana kau bisa membicarakan seorang kapten tanpa menyalutinya? Dan sekali lagi angka-angka ini tidak bisa menjelaskan apa yang telah dia persembahkan untuk Inter dan dunia sepak bola." Leonardo (2010-11)


Sunday, October 9, 2011

Melawan Sang Pengadil

Sejarah La Beneamata dengan wasit kerap dihiasi kontroversi. Kini satu nama mencuat sebagai musuh nomor satu.

Emosi pemain Inter Milan meledak saat wasit Gianluca Rocchi mengeluarkan kartu kuning kedua kepada Joel Obi, yang disusul hadiah penalti untuk Napoli. Raut heran, kecewa, bercampur kesal pun menghiasi wajah para pemain dan staf pelatih I Nerazzurri. Tak terkecuali Presiden Massimo Moratti yang duduk di tribun kehormatan Stadion Giuseppe Meazza. Protes tak bisa dihindari. Apalagi Inter harus mengakhiri laga dengan kekalahan telak tiga gol tanpa balas dari tamunya.

Kubu Inter berdalih, jika tak mendapat hukuman kontroversial dari wasit, kekalahan 0-3 mungkin bisa dihindari. "Kartu kuning pertama Obi seharusnya tidak ada, dan kartu kuning kedua justru terjadi di luar kotak penalti. Rocchi merusak pertandingan yang menarik," kecam allenatore Claudio Ranieri yang juga dikartu merah karena melakukan prores keras.

Ranieri pantas kesal. Inilah kekalahan pertama dia sejak mengarsiteki I Nerazzurri. Pun kekalahan terburuk di Giuseppe Meazza pada ajang Serie-A sejak dibungkam enam gol tanpa balas oleh AC Milan, Mei 2001. Tak heran Il Capitano Javier Zanetti yang biasa bersikap kalem pun ikut tersulut. Protes keras Zanetti berujung kartu kuning dari wasit Rocchi. Perjalanan mulus Inter sejak ditangani Ranieri mencapai antiklimaks pada giornata 6. Rocchi menjadi tertuduh utama dalam insiden pada laga itu.

Jika melihat ke belakang, hubungan Inter dengan Rocchi memang kurang harmonis. Tercatat sudah tujuh kartu merah dan tiga hukuman penalti yang diberikan Rocchi kepada pemain Inter, hanya dari 16 partai yang dipimpinnya. Jumlah kartu merah terbanyak yang diterima Inter dari seorang wasit di Italia.

Paling membekas tentu dua kartu merah melayang dari kantong Rocchi saat Inter menghadapi Milan pada Januari 2010. Inter yang sudah unggul 2-0 “dipaksa” kehilangan Wesley Sneijder dan Lucio melalui keputusan yang dianggap kontroversial. Bahkan, pelatih Inter kala itu, Jose Mourinho mengutuk tindakan Rocchi. “Saya tahu ini negara Anda, dan Anda adalah wasit pertandingan ini. Tapi Anda jelas menginginkan kami kalah!” geram Mourinho.

MUSUH WASIT ITALIA

Sebelum Rocchi, Inter juga pernah memiliki sejarah kurang mulus dengan beberapa anggota korps berseragam hitam-hitam. Salah satu nama populer adalah Roberto Rosetti. Bagaimana tidak, dari 29 laga Inter yang dipimpin, Rosetti sudah mengeluarkan lima kartu merah dan 73 kartu kuning. Jumlah hukuman penalti yang diberikan Rosetti kepada Inter pun terbanyak dibanding wasit lain, yakni 5 kali.

Nama lain adalah Paolo Tagliavento. Dari 15 laga yang dipimpin wasit berusia 39 tahun itu, pemain Inter diganjar tiga kartu merah, 27 kartu kuning, plus empat hukuman penalti. Tagliavento pun pernah berseteru dengan Mourinho dan beberapa pemain Inter saat laga melawan Sampdoria, Februari 2010. Tiga kartu merah keluar dari kantongnya, dua untuk kubu Inter dan satu untuk Sampdoria. Akibat insiden di laga tersebut, Inter melakukan aksi boikot terhadap segala jenis wawancara kepada media.

Trauma terhadap segala keputusan kontoversial wasit tampaknya masih dirasakan kubu Inter. Apalagi, saat mereka kerap mengeluhkan hubungan kurang harmonis dengan wasit, Milan dan Juventus justru sangat jarang terlibat masalah. Kontan hal tersebut kian membuat Inter berpandangan miring terhadap dua rivalnya. Terlebih, kedua tim mempunyai rapor buruk setelah terlibat dalam skandal Calciopoli.


Terlepas dari segala kerugian yang dialami Inter, sepak bola memang tak pernah lepas dari kontroversi. Laga melawan Napoli menjadi pelajaran berharga buat Inter. Putusan kontroversial Rocchi memang membuat mentalitas tim ambruk. Para pemain Inter harus sadar itu. Namun, jika terus membenamkan diri dalam permasalahan wasit, ambisi bangkit dari keterpurukan bisa terhambat. “Memang patut putusan wasit disayangkan. Tetapi, itulah sepak bola. Kami harus melangkah maju,” tegas Zanetti. (@IrawanCobain)


Rekor Inter dengan Gianluca Rocchi


TanggalPartaiKK2 KK

KM

Penalti

01/10/11

Inter 0-3 Napoli

4

1

0

1

16/04/11

Parma 2-0 Inter

2

0

0

0

11/03/11

Brescia 1-1 Inter

1

0

1

1

06/01/11

Inter 3-1 Napoli

3

0

0

0

21/11/10

Chievo 2-1 Inter

2

0

0

0

24/01/10

Inter 2-0 AC Milan

3

1

1

1

08/11/09

Inter 1-1 AS Roma

3

0

0

0

31/05/09

Inter 4-3 Atalanta

2

0

0

0

28/01/09

Catania 0-2 Inter

1

0

1

0

18/05/08

Parma 0-2 Inter

2

0

0

0

19/03/08

Genoa 1-1 Inter

2

1

0

0

24/02/08

Sampdoria 1-1 Inter

3

0

0

0

04/11/07

Juventus 1-1 Inter

2

0

0

0

20/12/06

Lazio 0-2 Inter

2

1

0

0

19/11/06

Inter 1-0 Reggina

2

0

0

0

20/11/05

Inter 2-0 Parma

2

0

0

0



Keterangan:
KK: Kartu Kuning
2 KK: Dua kartu kuning untuk satu pemain
KM: Kartu merah
Penalti: Hadiah penalti yang diberikan untuk tim lawan.
Sumber: transfermarkt.de

Coppia Milito-Pazzini: Insting The Tinkerman

Sempat dianggap tak bisa berkolaborasi, Claudio Ranieri justru memilihnya.

Kedatangan Claudio Ranieri membuat Inter Milan kembali menerapkan formasi empat bek sejajar. Untuk lini tengah, Ranieri kerap melakukan variasi. Memainkan empat gelandang sejajar atau tiga gelandang plus satu trequartista.

Satu hal yang tak pernah berubah adalah selalu mengandalkan dua penyerang. Ini yang menarik karena Inter memiliki lima penyerang. Dilihat dari karakternya, Diego Milito, Giampaolo Pazzini, Diego Forlan, dan Mauro Zarate yang akan bersaing untuk menjadi duet andalan di lini depan. Sementara Luc Castaignos yang bertipe winger harus rela lebih sering berada di bangku cadangan.

Dugaan publik benar. Pada partai pertamanya bersama Inter saat melawan Bologna (24/9), Ranieri lebih memilih duet Pazzini-Forlan. Sementara Milito menunggu di bench. Bukan rahasia lagi jika Pazzini dianggap tak bisa berkolaborasi bersama Milito di lini depan karena memiliki tipe serupa. Tak heran jika saat dilatih Leonardo, keduanya sangat jarang tampil bersama.

Musim lalu, tercatat hanya tiga kali Pazzini dan Milito tampil bersama. Satu kali turun sebagai starter saat melawan Bari (3/2) dalam formasi 4-3-3, satu kali saat Pazzini diturunkan pada babak kedua melawan Napoli (15/5), dan satu kali saat Milito tampil pada babak kedua ketika melawan Catania (22/5). Awal musim ini pun pelatih sebelumnya, Gian Piero Gasperini, tak pernah memainkan keduanya secara bersamaan.

“Milito dan Pazzini memiliki gaya yang sama. Mereka tajam di kotak penalti lawan. Saya sendiri lebih suka memasang seorang goal getter dan didampingi pendukung,” ucap Gasperini kala itu.

Hanya saja, hasil saat melawan Bologna membuka mata publik dan Ranieri. Saat kedudukan 1-1, Ranieri menarik keluar Forlan dan menampilkan Milito sejak menit ke-74. Dia berduet dengan Pazzini. Hasilnya, kerja sama ciamik Pazzini dan Milito pada menit ke-80 membuahkan penalti bagi Inter. Itu sinyal keduanya bisa bermain bersama.

“Pazzini dan Milito punya insting gol mematikan. Sedangkan Forlan bisa mendukung mereka. Tapi, laga melawan Bologna membuat saya terinspirasi. Pazzini dan Milito bisa bermain bersama secara reguler,” sebut Ranieri kepada Inter Channel.

Pelatih berjuluk The Tinkerman itu telah membuktikan ucapannya pada laga melawan CSKA Moskva di Liga Champions (27/9). Dia menampilkan duet Pazzini-Milito sejak menit pertama. Hasilnya Inter menang 3-2 dan Pazzini mencetak satu gol.

MEMBINGUNGKAN LAWAN

Memainkan Pazzini dan Milito secara bersamaan sebenarnya bisa menjadi pilihan tepat. Sama-sama liat di kotak penalti lawan, mereka akan membuat bingung defender lawan siapa yang harus dijaga. Jika hanya terkonsentrasi pada Pazzini saja, Milito bisa merajalela. Demikian pula sebaliknya. Andai dijaga kedua-duanya, jelas akan menimbulkan lubang di area pertahanan dan bisa dimanfaatkan lini tengah Inter.

Toh, sebenarnya bukan hanya itu saja yang bisa dijadikan alasan untuk menduetkan Pazzini dan Milito. Kendati memiliki tipe permainan serupa, sejatinya Milito sedikit berbeda. Dia bisa bermain lebih ke dalam untuk menjemput bola. Dia pun mampu beroperasi agak menyayap. Oleh karenanya, sebenarnya dia memiliki modal untuk bisa mendukung Pazzini yang punya kecenderungan menunggu di kotak penalti lawan.

Lain dari itu, hasil yang dituai saat keduanya tampil bersama pada musim lalu plus musim ini, ternyata cukup gemilang. Inter tak pernah kalah. Bahkan, ketika keduanya sama-sama berada di lapangan, salah satu dari mereka pasti menghasilkan gol. Uniknya, setiap salah satu dari mereka mencetak gol, Inter selalu menang. (writen by @edpram / edited by @IrawanCobain)



Penampilan duet Pazzini dan Milito di Serie-A:


Musim 2010-11
Bari 0-3 Inter (3 Februari 2011)
Starter penyerang: Milito, Pazzini, Eto’o
Gol penyerang: Pazzini

Napoli 1-1 Inter (15 Mei 2011)
Starter penyerang: Milito, Eto’o (Pazzini menggantikan Eto’o menit ke-60)
Gol penyerang: Eto’o

Inter 3-1 Catania (22 Mei 2011)
Starter penyerang: Pazzini, Eto’o (Milito menggantikan Eto’o menit ke-46)
Gol penyerang: Pazzini (2)


Musim 2011-12
Bologna 1-3 Inter (24 September 2011)
Starter penyerang: Pazzini, Forlan (Milito menggantikan Forlan menit ke-74)
Gol penyerang: Pazzini, Milito

Claudio Ranieri, Pembangkit Mental La Beneamata

Inter membutuhkan pelatih yang mampu cepat mengangkat mental tim yang tengah terpuruk.

Satu poin dalam tiga laga awal Serie-A musim ini menyamai hasil buruk pada 1983-84. Kala itu, Inter Milan juga hanya mengemas satu angka dari tiga partai awal. Namun, pelatih Luigi Radice tetap dipertahankan sampai akhir musim. Radice akhirnya mampu membawa Inter tak terkalahkan dalam 13 laga kandang selanjutnya dengan meraih sembilan kemenangan plus empat seri. Pada akhir musim Inter dibawanya bertengger di posisi ke-4.

Nasib Gian Piero Gasperini rupanya berbeda dengan Radice. Presiden Massimo Moratti tak bisa menahan kegeramannya usai melihat Inter takluk 1-3 dari tuan rumah Novara pada giornata ke-4 (21/9). Itu jelas sangat sulit diterima. Novara adalah tim promosi yang kembali merasakan atmosfer Serie-A setelah 55 tahun lamanya.

Pemecatan Gasperini tak bisa terelakkan. Dalam lima laga resmi, dia belum memberikan kemenangan. Inter mengalami empat kekalahan dan satu seri. Kalah 1-2 dari AC Milan di Piala Super Italia (6/8), kalah 3-4 dari Palermo (11/9), kalah 0-1 dari Trabzonspor (14/9), imbang 0-0 dengan Roma (17/9), dan kalah 1-3 dari Novara (20/9).

“Inter Milan menginformasikan pemecatan Gasperini. Klub mengucapkan terima kasih kepada Gasperini atas kerja kerasnya selama di sini,” bunyi pernyataan kubu Inter seperti dirilis di situs resmi klub.

Beberapa nama pelatih langsung dikait-kaitkan dengan Inter. Tapi, dari sejumlah nama, Claudio Ranieri-lah yang terpilih. Seperti yang dikatakan, Moratti menginginkan pelatih berpengalaman. Selain pernah berkarya di Italia, Ranieri sempat berkiprah di Inggris dan Spanyol. Sebelumnya dia menukangi Fiorentina, Valencia, Chelsea, Atletico Madrid, Parma, Juventus, dan Roma. Diharapkan pengalamannya itu bisa cepat mengembalikan mental pemain yang tengah terpuruk.

Penunjukan Ranieri sebagai pelatih anyar menggantikan Gasperini merupakan pilihan langsung Massimo Moratti, Presiden Inter Milan. "Ranieri merupakan memiliki kepekaan yang bagus. Dia akan bisa mendorong tim ke jalur yang tepat. Jadi, para pemain akan mempunyai mentalitas yang tepat. Ranieri merupakan pilihan saya. Saya berterima kasih kepada para pemain yang tak menekan saya dalam melakukan pemilihan. Mereka masih dalam situasi yang penuh kekecewaan saat dilatih Gasperini," jelas Moratti kepada La Gazzetta dello Sport.

Moratti juga menanggapi penjelasan Gasperini soal pemecatannya di Inter. Mantan pelatih Genoa itu mempertanyakan dukungan Inter kepadanya. "Mungkin akan banyak yang tak percaya. Tapi, saya sama sekali tak ingin memecatnya," beber Moratti. "Dia punya keyakinan kuat untuk bisa mengatasi tantangan yang ada, dengan menerapkan idenya dalam latihan. Saya pun mendukungnya, meski kemudian terpaksa melakukan intervensi menyusul hasil buruk yang diraih."

Moratti melakukan intervensi dengan memecat Gasperini semata-mata ingin membuang nasib sial yang dialami Inter secepatnya. Ranieri sendiri dikontrak Inter untuk jangka waktu dua musim. Dia akan mendapatkan tambahan 600 ribu euro jika membawa Inter juara Serie-A dan 1,6 juta euro jika menjadi juara Liga Champions.

Sikap Moratti dengan langsung menunjuk Ranieri juga mendapat dukungan dari eks allenatore Inter, Jose Mourinho. Mourinho bahkan mencoba mengesampingkan perselisihannya dengan Ranieri. Pelatih Real Madrid itu kini mendukung penuh Ranieri untuk membawa Inter Milan kembali berjaya.

Sudah bukan cerita baru lagi bila Mourinho dan Ranieri pernah terlibat perang kata-kata. Semua itu terjadi kala Mourinho masih menukangi Inter dan Ranieri membesut Juventus.

"Saya bukanlah seorang penggemar palsu. Saya penggemar Inter secara langsung. Jadi, saya tidak peduli siapa yang membesut Inter saat ini. Terpenting, saya hanya ingin Inter menang. Ranieri yang terpilih melatih Inter, maka saya akan memberikan semangat untuknya. Saya berharap dia berhasil di Inter," tegas Mourinho.

PENGANGKAT MENTAL

Memang, untuk saat ini yang harus segera dibenahi adalah mental bermain dan kepercayaan diri. Hasil minor dalam pekan-pekan awal jelas membuat Javier Zanetti mengalami dekadensi baik secara moral maupun permainan. Hal ini diakui oleh legenda Inter, Aldo Serena. Menurutnya, saat ini Inter sedang berada dalam tekanan.

“Inter menyimpan banyak masalah. Untuk saat ini Inter layak dicoret dari kandidat juara. Memang liga baru dimulai. Tapi, masalah yang ada di Inter tak akan selesai dalam satu atau dua minggu,” beber Serena kepada Calcio News 24.

Ranieri sendiri berpengalaman dalam menaikkan mental pemain yang tengah terpuruk. Meski selalu gagal memberikan gelar juara liga kepada klub yang dilatihnya, hal itu bisa dikesampingkan dulu. Utamanya mental pemain yang selalu lapar akan kemenangan bisa kembali. Jika itu mampu dilakukan, bukan tak mungkin Inter akan kembali ke persaingan juara.

Selama berkiprah di Italia, Ranieri punya prestasi cemerlang mengangkat tim yang sedang terpuruk. Pada Februari 2007, dia dikontrak Parma yang pada pekan ke-23 berada di posisi ke-18. Dalam 10 laga beruntun dia berhasil mempersembahkan 17 poin. Pada akhir musim, Parma selamat dari degradasi dan naik ke posisi 12.

Selanjutnya, pada September 2009, Ranieri ditunjuk menjadi pelatih Roma menggantikan Luciano Spalletti yang mengundurkan diri setelah kalah di dua laga awal. Di tangannya I Lupi menjadi pesaing serius Inter. Bahkan, pada pekan ke-33 dan 34, I Lupi bisa memimpin klasemen. Sayang, menjelang akhir, Ranieri gagal mempertahankan konsistensi timnya sehingga harus puas sebagai runner-up.

Bergabungnya Ranieri ke Inter sebenarnya masih memunculkan pertanyaan. Seberapa sanggup mantan pelatih AS Roma itu membawa I Nerazzurri kembali bangkit dari keterpurukan? Pertanyaan yang bakal menjadi tuntutan Ranieri sepanjang masa jabatannya di Giuseppe Meazza.

Pada awal musim ini, Inter memang mengalami keterpurukan baik di ajang Serie-A maupun Liga Champions. Sejak dipecundangi AC Milan di Piala Super Italia, Inter gagal meraih satupun kemenangan. Termasuk kekalahan dari Novara pada giornata 4.

Gasperini pun dijadikan kambing hitam. Pelatih yang memulai jabatannya di Inter sejak awal musim itu dianggap gagal menerapkan taktik kegemarannya di Giuseppe Meazza. Pola 3-4-3 yang menjadi idola eks allenatore Genoa itu tak berjalan efektif.

Kini era Gasperini sudah berakhir hanya setelah melalui lima laga resmi di awal musim ini. Tak lama-lama bagi Inter sebelum akhirnya menunjuk Claudio Ranieri sebagai pelatih baru. Tugas awal Ranieri cukup berat, yakni membenahi mentalitas Inter yang terlanjur anjlok.

"Saya harus bicara dengan seluruh skuad. Aspek mental adalah hal terpenting yang harus diperhatikan," ucap Ranieri beberapa saat setelah menyepakati kontrak dua tahun dengan Inter. "Inter tim hebat, dan kami harus mulai membangun tim setelah awal yang buruk. Kami memilikis egalanya untuk mebangun kembali mentalitas tim."

Banyak yang meyakini kehadiran Ranieri sekaligus bakal mengembalikan gaya bermain Inter menjadi pola empat bek, dan meninggalkan pakem Gasperini yang mengedepankan tiga pemain bertahan. Namun, Ranieri sendiri belum mau membeberkan taktik yang akan diterapkan.

"Buat saya, setiap sistem bisa membawa kesuksesan. Jika Inter selalu bermain dengan pola spesifik, maka itu ada alasannya. Gasperini sudah benar dengan keputusan dia mengeksekusi idenya. Dia mencoba menerapkan sistemnya dengan sekuat tenaga, tapi gagal. Saya rasa dia tak pantas dikritik, toh dia berusaha mengimplementasikan idenya hingga akhir," tukas Ranieri.

Mengenai target dan ambisi yang diembang di Inter, Ranieri enggan sesumbar. Dia hanya berharap segala bentuk permainan terbaik bisa dikeluarkan oleh para pemain. "Saya tak suka berjanji. Saya hanya ingin yang terbaik dari para pemain. Saya selalu berusaha melakukan yang terbaik bagi tim yang saya tangani. Ada komitmen total. Inter adalah tim yang kita semua perhatikan dalam beberapa minggu terakhir karena performanya tak begitu baik. Ada cedera dan ketidakberuntungan, tapi saya yakin tim ini punya DNA untuk bisa kembali ke jalur kemenangan dan kembali percaya diri," pungkas dia.

Berdasar itu, Ranieri diyakini bisa membawa La Beneamata kembali menemukan jati dirinya dan siap bersaing dalam perebutan juara. (writen by @edpram & @IrawanCobain)

In Memoriam: Giacinto Facchetti

In Memoriam: Giacinto Facchetti