Monday, December 19, 2011

Angin Regenerasi di Skuad La Beneamata

Di bawah kendali Claudio Ranieri, I Nerazzurri mulai berani memberi kepercayaan kepada para pemain muda.


Putusan Inter Milan untuk menunjuk Claudio Ranieri sebagai pelatih tampaknya tepat. Perlahan-lahan, performa I Nerazurri mulai stabil. Kemenangan demi kemenangan semakin sering diraih.

Ranieri bahkan berani sesumbar dengan mengatakan Inter masih menjadi favorit peraih titel juara. “Jika harus bertaruh satu euro untuk scudetto, saya akan menempatkan uang saya ke Inter. Mereka tetap tim favorit saya,” kata pelatih berjuluk The Tinkerman ini.

Kebenaran ucapannya masih perlu ditunggu pada akhir musim nanti. Namun yang jelas, Inter di bawah kendali Ranieri berada di trek yang benar. Selain hasil positif, indikasi lainnya adalah mulai tumbuhnya regenerasi pemain di tubuh I Nerazzurri.

Dalam tujuh laga baik di Serie-A maupun Liga Champions, Ranieri mulai berani memberi kepercayaan kepada para pemain muda. Meski tidak selalu tampil sejak menit pertama, para youngster itu mencicipi laga resmi. Para pemain belia yang beruntung tersebut adalah Joel Obi, Ricardo Alvarez, Coutinho, Davide Faraoni, dan Luc Castaignos.

Menariknya, performa para pemain tersebut tidak mengecewakan. Alvarez misalnya. Dia mampu mengemban peran yang ditinggalkan oleh Wesley Sneijder sebagai playmaker.

Castaignos tidak kalah apik. Meski belum pernah bermain sejak menit pertama, eks pemain Feyenoord ini membuka keran golnya bersama Inter di Serie-A pada laga melawan Siena (27/11).

Selain itu, performanya telah membuat Ranieri jatuh hati. Itulah yang mendasari tekad Ranieri untuk mendidik Castaignos. “Masa depan cerah menantinya. Saya menyiapkannya untuk berbagai peran. Secara alami, dia adalah striker, seorang penyerang tengah, namun dia juga bisa bermain di sayap,” kata Ranieri.

Performa Coutinho, Faraoni, dan Obi juga tidak bisa dibilang buruk. Faraoni adalah angin segar di tengah makin menuanya barisan defender I Nerazzurri. Suatu saat, pemain berumur 20 tahun tersebut bisa menggantikan Douglas Maicon di posisi bek kanan. Sementara Obi menambah energi di lini tengah dengan agresivitasnya. Tak heran, di antara para pemain muda yang diturunkan Ranieri, Obi yang paling sering main.

Khusus untuk Coutinho, Ranieri memang memiliki misi khusus. Dia sengaja memberi kesempatan main sebagai ujian bagi Countinho. Jika sukses, Inter tentu akan berpikir ulang untuk meminjamkan Countinho ke klub lain pada Januari nanti.

DISAMBUT SENIOR

Terlepas dari itu, angin regenerasi mulai berembus di Inter. Alih-alih resisten, fenomena ini justru disambut dengan tangan terbuka oleh para pemain senior. Salah satu yang antusias adalah Andrea Ranocchia. Dia menilai perkembangan pemain muda bakal membantu Inter meraih hasil terbaik.

“Tahun ini, banyak sekali pemain muda yang datang dari negara lain. Tentu mereka butuh waktu untuk beradaptasi. Namun, dalam beberapa laga terakhir Alvarez dan Castaignos sudah mencetak gol. Ini menandakan mereka mulai padu,” kata Ranocchia.

Sikap Ranocchia sungguh tepat. Beberapa andalan seperti Sneijder, Maicon, dan Diego Forlan tengah cedera. Inter butuh pemain muda seperti Alvarez, Faraoni, dan Castaignos untuk menggantikan tugas mereka.



Santer Di Tengah

Dibanding sektor lainnya, peremajaan di tubuh Inter paling deras terjadi di lini tengah. Tiga pemain muda dipercaya bermain oleh Claudio Ranieri. Jumlah itu paling tinggi ketimbang sektor lain seperti lini depan dan belakang.

STRIKER
Luc Castaignos (19 tahun)
Main - 3
Inti - 0

Pengganti - 3


MIDFIELDER

Joel Obi
(20 tahun)
Main - 6

Inti - 1
Pengganti - 5


Ricky Alvarez
(23 tahun)
Main - 5

Inti - 2

Pengganti - 3


Philippe Coutinho (19 tahun)
Main - 2

Inti - 1

Pengganti - 1


DEFENDER
Marco David Faraoni (19 tahun)
Main - 2

Inti - 0
Pengganti - 2


* Data sejak Ranieri melatih Inter di Serie-A dan Liga Champions.

Sunday, December 11, 2011

Stadion Baru Inter: Siap Untuk Musim 2013-14

Saat Inter Milan berhasil merengkuh treble winner pada 2010 lalu, tentunya menjadi prestasi yang membanggakan bagi sepak bola Italia, khususnya Interisti. Namun, jika menilik lebih jauh, keberhasilan tersebut hanya menjadi euforia semu bagi sepak bola Italia. Bagaimana tidak, sejak tahun lalu, Italia mengalami penurunan prestasi drastis di Eropa. Nilai koefisiensi mereka dilampaui Jerman yang mengusung Bundesliga 1. Popularitas Serie-A mungkin lebih unggul, namun dari segi peningkatan infrastruktur, pengelolaan bisnis, serta daya tarik penonton, Bundesliga 1 cukup pesat perkembangannya.
Miris melihat stadion-stadion di Italia tak melulu dipenuhi penonton. Berbanding terbalik dengan stadion-stadion di Jerman yang hampir selalu penuh. Padahal, dari segi fanatisme, suporter Italia tak kalah. Namun ada satu pembeda. Saat Inggris, Spanyol, maupun Jerman mulai mengusung sepak bola industri, Italia masih berkutat dengan konsepsi awal, yakni sekadar olahraga dan permainan, demi mengejar prestasi.
Ya, dari konsepsi awal yang dipahami banyak orang, sepak bola memang tak lebih dari sekadar olahraga dan permainan. Tak kurang, tak lebih. Hingga akhir 1960-an, citra itu sangatlah lekat. Namun, seiring modernisasi yang bergulir di seluruh penjuru jagat dan berkembangnya profesionalisme di sepak bola, citra tersebut mulai bergeser. Kini, sepak bola adalah bisnis dan hiburan.
Dalam kerangka itulah para pengelola klub sepak bola kian gencar dalam berlomba mengeruk uang. Perhitungan untung-rugi menjadi hal yang sangat lazim. Namun hal itu belum tampak di Italia. Terbaru, AS Roma mulai berpaling dari konsepsi lama, dan mulai mengusung sepak bola industri. Dipelopori oleh pengusaha asal Amerika Serikat selaku pemilik baru, Thomas Di Benedetto.
Memang tak instan. Manchester United, Arsenal, Chelsea hingga Manchester City pun merasakan hal itu pada awal-awal revolusi mereka. Namun, setidaknya pengorbanan itu diyakini bakal membuahkan hasil.
Dari tahun ke tahun, sepak bola menjelma menjadi bisnis raksasa dengan omset triliunan rupiah. Klub-klub kian berlomba menjadi yang terdepan dalam pendapatan dan keuntungan. Pelbagai cara pun dilakukan, dari menarik sponsor sebanyak-banyaknya hingga merombak dan membangun stadion baru.
Dalam beberapa tahun terakhir, langkah pembangunan stadion baru menjadi tren anyar. Tengok saja Bayern Muenchen yang mengeluarkan uang 340 juta euro (sekitar Rp5,3 triliun) untuk membangun Stadion Allianz Arena pada 2002-05. Arsenal lebih gila. Mereka mengeluarkan 430 juta pounds (sekitar Rp7,2 triliun) kala membangun Stadion Emirates.
Di Italia, dengan bangga Juventus memperkenalkan markas baru mereka, Juventus Arena, yang dibangung dengan mengorbankan lahan seluas 355.000 hektar di bekas lokasi Stadion Delle Alpi. Kini, mereka bisa mengusungkan dada, sebagai pelopor pembangunan stadion pribadi di Italia.
Jika dibandingkan Alianz Arena dan Emirates, Juventus Arena memang tak lebih besar. Biaya yang dikeluarkan pun masih jauh di bawahnya, yakni sekitar 100 juta euro (sekitar Rp1,2 trilyun). Namun, jangan ditanya berapa keuntungan yang diraup I Bianconeri dengan memiliki stadion berkapasitas 41.000 penonton itu. Sejak menempati Juventus Arena, penghasilan mereka ditaksir tak kurang dari 60-70 juta euro. Bandingkan ketika Si Nyonya Tua harus turun kasta ke Serie-B. Pemasukan mereka hanya berkisar 8 juta euro (sekitar Rp96,6 miliar).
Bagaimana dengan klub-klub lain? Sedikit bocoran, Lazio pun sudah berencana menempati stadion baru yang dinamai Stadion Delle Aquile yang tengah dalam masa pematangan. AC Milan dan AS Roma pun tak kalah. Mereka terus bergerak untuk mewujudkan rencana kepemilikan stadion pribadi.
Lalu Inter? Sudah menjadi rahasia umum klub yang dikuasai taipan minyak, Massimo Moratti ini berharap sudah memiliki stadion baru, setidaknya pada musim 2013-14. Mengenai rencana pembangunan stadion baru milik Inter pun sudah sempat saya bahas di artikel sebelumnya (Kado Perpisahan Untuk Giuseppe Meazza).
Wacana membangun stadion baru sudah muncul sejak 2008 lalu, bertepatan dengan pesta seratus tahun lahirnya Inter. Setahun masa penggodokan rencana itu, hingga kini mereka sudah memulai pembangunan proyek yang ditaksir senilai 300-400 juta euro, atau tak kurang dari Rp4,3 triliun. Dana tersebut didapat dari pelbagai sumber, mulai dengan meminjam ke bank, hingga sponsorship.
Moratti sendiri tak main-main. Pengorbanan sudah dilakukan, termasuk mengontrol kebijakan transfer demi menyeimbangkan neraca keuangan. Jangan heran dalam beberapa tahun terakhir Inter kerap menjual pemain-pemain bintang dengan harga selangit. Zlatan Ibrahimovic ke Barcelona, Mario Balotelli ke Manchester City, hingga Samuel Eto'o ke Anzhi Makhachkala. Semua mutlak demi memperkokoh fondasi Inter, dalam hal prestasi maupun bisnis.
Hingga kini, proyek stadion baru memang terkesan rahasia. Sangat jarang pemberitaannya muncul di media. Namun, agaknya kejutan besar memang tengah direncanakan Moratti. Stadion yang akan didedikasikan untuk dua mantan presiden klub, Angelo Moratti (ayah Massimo Moratti) serta Giacinto Facchetti (eks kapten Inter) ini akan memiliki kapasitas sekitar 60-65.000 tempat duduk. Memang tak sebanding dengan Giuseppe Meazza yang memiliki 85.700 tempat duduk. Namun Moratti lebih mementingkan kenyamanan, serta fasilitas lengkap nan modern.
Tugas berat pun tengah dilakukan Sports Investment Group, selaku konsultan pelaksana proyek pembangunan stadion baru Inter. Di stadion baru, bakal terdapat fasilitas bintang lima, seperti restoran, pusat perbelanjaan, tempat bermain anak-anak, museum, galeri piala dan banyak lagi. "Kami tengah mengerjakan stadion baru untuk Inter. Dibanding dengan yang dulu, markas baru ini akan memiliki teknologi dan fasilitas multimedia yang jauh lebih lengkap,” ujar manajer proyek Sports Investment Group, Nicholas Gancikoff seperti dilansir La Gazzetta dello Sport.
Selain fasilitas lengkap dan modern, Moratti memang menjadikan kenyamanan penonton sebagai harga mati. Selain lahan parkir luas, beserta sarana transportasi komplet, sudut penglihatan penonton di setiap tribun pun akan dibuat lebih nyaman dan semaksimal mungkin. Selain itu, satu lagi inovasi di dalam stadion, yakni tidak adanya trek lari yang menjadi jarak penonton dengan lapangan.
Di tempat duduk penonton, khususnya di tribun VIP pun akan tersedia penyewaan layar genggam untuk mempermudah melihat tayangan ulang gol atau kejadian-kejadian penting selama pertandingan. Dengan menyediakan 10-20 ribu tempat duduk VIP, Moratti berharap mendapatkan sekitar 100 juta euro (Rp1,45 triliun) per tahunnya. Jika demikian, hanya tiga tahun modal Moratti sudah bisa kembali. Sekadar info, pendapatan Inter dari Giuseppe Meazza hanya sekitar 30 juta euro (Rp436,2 miliar) per tahunnya. Sudah termasuk potongan-potongan berupa uang sewa, pajak, dan sebagainya.
Sebagai perbandingan, klub raksasa Inggris, Manchester United masih berada di atas dalam hal penghasilan dari penonton di stadion, yakni mencapai 138 juta euro atau sekitar Rp1,66 triliun. Diikuti Arsenal (135 juta euro), Chelsea (111 juta euro), Barcelona (89 juta euro), Real Madrid (82 juta euro), serta Liverpool (57 juta euro). Salah satu rival Inter, AS Roma dan Lazio diperkirakan meraup 24 juta euro (sekitar Rp289,9 miliar) selama bermukim di Stadion Olimpico.
Berdasarkan pengamatan Deloitte, pembangunan stadion baru memang mendongkrak pendapatan klub. “Salah satu keunggulan klub-klub Inggris yang membuat mereka mendominasi Football Money League adalah kesinambungan investasi terhadap stadion,” ungkap Alan Switzer, salah satu direktur di Sports Business Group Deloitte. “Performa klub-klub Jerman juga melonjak karena perbaikan dan pembangunan stadion baru. Perlu diingat, stadion tetaplah aset terbesar.”
Well, mari kita sama-sama berharap investasi yang digelontorkan Moratti dalam waktu tidak terlalu lama sudah mendatangkan keuntungan. Dari segi finansial, maupun prestasi. Dan tentu stadion baru nantinya bakal menjadi kebanggaan Interisti. Jika tidak ada aral melintang, pada 2013-14, Inter sudah siap menempati markas baru ini. (@IrawanCobain)
Beberapa gambar kemungkinan stadion baru Inter (foto dari Sport.virgilio.it):



Friday, October 28, 2011

Internazionale vs Juventus: Bukan Sekadar Tiga Poin

Dari sekian banyak partai big-match di Italia, Inter Milan kontra Juventus salah satu yang dinanti. Rivalitas keduanya sudah mengakar sejak lama. Jika tak ada skandal Calciopoli yang menyeret Juventus ke Serie-B, dua tim inilah yang belum pernah merasakan terdegradasi dari Serie-B. Hal itu juga yang mendasari laga antara kedua tim disebut Derby d'Italia.

Tak heran jika Juventus sangat menyimpan dendam kepada rivalnya itu. Di antara bebebrapa klub besar, hanya Inter yang dinyatakan bersih dari skandal Calciopoli. Ironisnya, Juve mendapat hukuman terberat. Lengser ke Serie-B, ditambah dua gelar Scudetto miliknya dicabut, dan salah satu dihibahkan kepada Inter.

Usai masa suram tersebut, Juventus mulai bangkit. Kini mereka kembali merebut status salah satu tim terbesar di Serie-A. Performa meyakinkan pada awal musim berbanding terbalik dengan pencapaian Inter. Perolehan poin Juventus di puncak klasemen berselisih dua kali lipat dari milik Inter yang masih berkutat di posisi 16.

Inilah pertama kalinya, sejak Calcipoli pada 2006, Inter harus melakoni duel dengan berada di bawah Juventus. Dengan performa yang masih labil, Inter pun tak lebih dijagokan ketimbang calon tamunya. Tak heran, dengan hanya bertarung di kompetisi domestik, Juventus pun sudah teruji menghadapi tim besar. Pada giornata 6 lalu, skuad asuhan Antonio Conte ini mampu menekuk AC Milan dengan skor 2-0.

Namun statistik termutakhir bukan jaminan Juventus bakal mudah membawa pulang tiga poin dari Stadion Giuseppe Meazza. Mentalitas Inter setiap bertemu Juventus selalu meninggi. Bagi kedua tim, laga Derby d'Italia bukan sekadar ajang mengejar tiga poin. Melainkan pertaruhan gengsi dua tim terbaik di Italia. Kondisi itu yang bakal menjadikan laga ini tetap menarik meski kedua tim berselisih cukup jauh di klasemen. (@IrawanCobain)

"Buat kami, ini salah satu laga terpenting. Juventus memiliki kekuatan yang lebih baik. Mereka tentu ingin menjadi tim terbesar lagi, dan terus berlatih keras untuk itu. Kami justru berada di kondisi berbeda. Memasuki laga dengan status tidak lebih diunggulkan, tapi kami ingin kembali menapak ke atas. Kami akan menyambut laga ini tanpa memikirkan posisi di klasemen." Claudio Ranieri, pelatih Inter.

STATISTIK PERTEMUAN

  • Dari total 164 pertemuan, Juventus lebih dominan, dengan menang 74 kali, dan hanya kalah 48 kali.
  • Namun saat berlaga di Giuseppe Meazza, Inter tampil lebih perkasa atas Juventus, dengan modal 36 kemenangan, 27 seri, dan kalah 19 kali.
  • Dari lima pertemuan terakhir, Juventus baru kalah sekali dari Inter, yakni pada 16 April 2010.
  • Dari lima pertemuan di kandang Inter, Juventus mampu meraih dua kemenangan, satu seri, dan dua kali kalah.

"Inter masih favorit untuk merebut Scudetto. Delapan pertandingan pertama tidak mengubah pandangan itu. Kita harus ingat, mereka masih memiliki fondasi tim yang mendominasi Italia dan Eropa dalam beberapa tahun terakhir. Ada tiga poin untuk diperebutkan. Pertandingan ini harus dipandang secara normal, dan menjadi tahap kami untuk melanjutkan pembangunan tim." Antonio Conte, pelatih Juventus.


INTER MILAN

  • Inter baru meraih dua kemenangan dari lima laga terakhir, dan sudah kebobolan tujuh gol.
  • Dari delapan laga Serie-A, Inter baru meraih satu kemenangan kandang, dan baru membukukan satu gol, yakni atas Chievo Verona.
  • Inter berada di urutan keempat tim dengan jumlah kebobolan terbanyak di Serie-A musim ini (14), hanya kalah dari Parma (17), Novara (16), dan Lecce (15)
  • Rekor Claudio Ranieri kala menghadapi mantan tim terbilang cukup baik. Yakni 17 kali menang, 8 seri, dan 7 kali kalah.

JUVENTUS

  • Juventus satu-satunya tim yang belum menderita kekalahan dari delapan laga Serie-A musim ini.
  • Dari tiga laga tandang, Juventus meraih satu kemenangan dan dua hasil imbang, dengan hanya membukukan dua gol.
  • Dari delapan laga, Juventus baru sekali gagal mencetak gol di sebuah pertandingan, yakni saat imbang 0-0 melawan Chievo Verona, (16/10).
  • Juventus menjadi tim kedua terproduktif dengan mengoleksi 13 gol (bersama Genoa), hanya kalah dari AC Milan (16 gol).


PRAKIRAAN LINE-UP
Inter (4-3-1-2): Castellazzi; Maicon, Lucio, Chivu, Nagatomo; Zanetti, Cambiasso, Stankovic; Sneijder; Pazzini, Zarate.
Juventus (4-3-3): Buffon; Lichtsteiner, Barzagli, Bonucci, Chiellini; Vidal, Pirlo, Marchisio; Pepe, Matri, Vucinic.

PREDIKSI
Inter menang: 37%
Seri: 30%
Juventus menang: 33%


Tuesday, October 18, 2011

Javier Zanetti, Simbol Kesetiaan



Winger Manchester United, Ryan Giggs boleh saja merebut Golden Foot 2011 award melalui voting dari seluruh penggemar sepak bola di seluruh dunia. Namun, kapten Inter Milan, Javier Zanetti pun tak ketinggalan meraih penghargaan yang berikan di Monte Carlo, Monaco, Senin (10/10) lalu. Pemain asal Argentina itu juga diaugerahi Golden Foot award oleh komite organisasi Golden Foot berkat pencapaiannya selama berkarier di lapangan hijau.


Sama halnya dengan Giggs, Zanetti juga memperoleh piagam berupa cetakan kaki dan tanda tangan dari emas. Edisi ke-9 dari Golden Foot memang dimenangkan oleh Giggs, tapi Zanetti bergabung dengan legenda lain di Promenade Champions, Luis Figo (Portugal), Ruud Gullit (Belanda), Rabah Madjer (Aljazair) Abedi Pelé (Ghana), menjadi pemain pertama yang dicalonkan dalam penghargaan ini.


"Javier Zanetti adalah legenda hidup dan seorang juara di lapangan. Lebih dari 1.000 pertandingan dimainkan sebagai pemain profesional, Dia meraih rekor sepanjang masa tampil bersama Internazionale dan terkenal dengan karakternya yang menjunjung tinggi sportivitas," bunyi pernyataan pihak komite organisasi Golden Foot.


Dengan penghargaan Golden Foot tersebut, Zanetti menjadi kelima Argentina yang menerimanya setelah Diego Armando Maradona (2003), Alfredo Di Stefano (2004), Mario Kempes (2007) dan Francisco Varallo (2010).


"Aku sangat senang, bangga dan aku pasti akan datang segera ke Monte Carlo berlibur dengan keluarga untuk menunjukkan kepada anak-anak jejak ayah mereka. Karierku sangat luar biasa, dan aku tidak pernah berpikir dari Banfield aku akan berakhir di Inter. Lebih dari itu, aku mengalahkan semua catatan penting, dan menerima pengakuan penting seperti yang telah kuterima malam ini," ucap Zanetti.


Well, penghargaan tersebut hanya satu dari beberapa torehan yang pernah diraih Zanetti bersama Inter. Hingga kini, total, Zanetti telah tampil tak kurang dari 760 laga bersama Inter sejak 1995. Dia sudah melewati catatan kapten legendaris Inter dan Italia, Giuseppe Bergomi yang memegang 756 penampilan. Rekor tersebut kian menahbiskan Zanetti sebagai salah satu legenda terbesar Inter. Akan tetapi, di mata mantan pelatih Inter, Leonardo, pencapaian tersebut tetap tak mampu menggambarkan seberapa besar arti Zanetti bagi I Nerazzurri.


"Nomor tak bisa menjelaskan seberapa berarti dia bagi Inter dan sepak bola dunia. Ketika saya diminta menuliskan testimoni untuk Zanetti, saya kesulitan menemukan kata-kata tersebut," puji Leo terhadap sepak terjang pemain berjuluk Il Trattore tersebut di lapangan hijau.


"Kapten baru meraih rekor lain, dan seolah hal itu biasa baginya. Bagi sebagian orang, pencapaian itu mungkin luar biasa, namun pada dasarnya itu hanya bagian dari konsekuensi karier yang dibangun dengan kerja keras. Bagaimana kita bisa bicara tentang Kapten tanpa kalimat-kalimat pujian?" pungkas Leo.


Hingga saat ini, Zanetti memang telah menorehkan berbagai prestasi individu bersama Inter. Dia juga masuk ke dalam jajaran lima besar pemain dengan koleksi caps terbanyak di kompetisi Eropa. Yang terbaru, dia baru saja melampaui koleksi Paolo Maldini sebagai kapten tim yang paling banyak tampil di kompetisi Eropa, yakni 78 laga. Selama lebih dari 16 tahun bermukim di Giuseppe Meazza, ayah dari Sol Zanetti dan Ignacio Zanetti ini sudah mengoleksi banyak gelar. Prestasi tertingginya saat dalam satu tahun, yakni 2010, dia mampu membantu Inter merebut lima trofi sekaligus, yakni Scudetto, Coppa Italia, Liga Champions, Supercoppa Italia, dan Piala Dunia Antarklub.




PESTA DI TERRAZZA MARTINI

Dengan berbagai torehan prestasi dan rekor, I Nerazzurri memang pantas memberikan apresiasi lebih kepada Il Capitano. Salah satunya dengan menggelar pesta sederhana di Terrazza Martini, Kamis (28/9). Menariknya, tempat tersebut memiliki nilai historis tinggi bagi Zanetti dan Inter, yakni saat pertama kali dia diperkenalkan kepada publik sebagai pemain baru Inter pada Juni 1995.


Pada pesta itu, sebuah hadiah istimewa juga diberikan oleh Presiden Inter, Massimo Moratti kepada Zanetti. Yakni selembar kopian kontrak pertama Zanetti bersama Inter yang dikemas dalam bingkai perak. Dokumen resmi pertama Zanetti bersama Inter, dengan otorisasi FIGC pada 18 Juli 1995.



Di antara tamu yang hadir dan turut memberi apresiasi terhadap pencapaian pengoleksi 145 caps bersama timnas Argentina ini adalah, dewan direksi Giuseppe Bergomi, teman baiknyaMarco Materazzi, lalu ada Juan Valentin Angelillo, direktur klub saat ini, dan juga mereka yang hadir pada Juli 1995, ketika pemain muda Argentina yang tidak populer ini tiba di Italia: Sandro Mazzola, Luis Suarez, Mario Corso dan Giammaria Visconti di Modrone.


Moratti sendiri berharap Zanetti masih akan terus melanjutkan kariernya untuk jangka waktu yang lama. "Dia masih bisa menciptakan perbedaan, di lapangan, dan sebagai manusia. Dia masa depan Inter. Sebagai direktur? Bukan, tapi sebagai pemain, karena dia masih akan bermain lama di sini. Jika kalian bertanya kepada saya, dia lah pemain terbaik di lapangan. Di usia 38 tahun, dia mampu menunjukkan sebagai pemain hebat, bahkan pemain penting bagi klub manapun."


Gayung bersambut, usia yang kian menua ternyata tak menghalangi ambisi Zanetti untuk terus bermain. Dia menegaskan masih ingin terus bermain setidaknya hingga dua musim mendatang, atau sampai melewati umur 40 tahun. Kontrak pemain berusia 38 tahun itu bersama Inter akan habis pada 2013 nanti. Namun Zanetti masih belum berpikir untuk pensiun.


Saking cintanya dengan Inter, Zanetti tidak menuntut gaji yang besar. Asalkan bisa terus bermain, Zanetti menyerahkan sepenuhnya kepada Moratti untuk memutuskan besar gaji yang akan diterimanya. "Akan sangat menyenangkan jika aku tetap di Inter. Jika kakiku tidak mengganggu, aku akan senang memperpanjang kontrak selama 12 bulan lagi. Aku akan meneken kertas kontrak kosong dan presiden Massimo Moratti bisa mengisi sendiri jumlah gajinya," tutur pemain yang mulai menyandang ban kapten Inter sejak 29 Agustus 1999 ini.


Membicarakan perjalanan karier Zanetti di lapangan hijau memang tak akan ada habisnya. Figur suami setia bagi Paula ini pun bukan sekadar sosok yang luar biasa saat di lapangan, di luar lapangan kepribadiannya pun laik dijadikan panutan. Pada Juni lalu, dia juga pernah mendapat penghargaan Ambrogino d'Oro atau olahragawan berkepribadian terbaik karena dianggap sebagai pribadi yang luar biasa, dari negara asalnya Argentina. Dia menerima penghargaan tersebut di Golden Hall di Buenos Aires, 13 Juni 2011 lalu.
“Kapten Javier Zanetti mendapat penghargaan dalam upacara yang dihadiri oleh semua anggota keluarganya, teman-temannya, dan anak-anak yang tergabung dalam Pupi Foundation,” demikian bunyi pernyataan situs resmi Inter.


Sebagai pebola, Zanetti memang memiliki kesadaran sosial tinggi. Menanggapi krisis ekonomi Argentina pada 2001 yang membuat jutaan orang jatuh dalam jurang kemiskinan, Zanetti bersama istrinya membentuk yayasan Pupi (Fundación PUPI). Yayasan tersebut didirikan di Argentina untuk membantu anak-anak miskin. Organisasi ini memberi anak-anak kesempatan pendidikan serta mengurus kebutuhan gizi mereka.


Well, dengan segala langkah yang ditempuh Zanetti baik di dalam maupun luar lapangan itu, predikat idola dan legenda memang pantas disandangnya. Kariernya mungkin tak akan bertahan lama lagi. Namun, namanya akan tetap abadi dalam buku sejarah La Beneamata. (@IrawanCobain)


Rekor Penampilan di Inter (sampai laga vs Novara):
1. Javier Zanetti (757/1995-sekarang)
2. Giuseppe Bergomi (756/1980-1999)
3. Giacinto Facchetti (634/1960-1978)
4. Sandro Mazzola (565/1960-1977)
5. Giuseppe Baresi (559/1976-1992)

27 Agustus 1995
Debut. Pertama kali Javier Zanetti mengenakan kostum Hitam-Biru, dan langsung merasakan rumput Giuseppe Meazza.


6 Mei 1998
Trofi pertama yang diraih Javier Zanetti bersama Internazionale, Piala UEFA 1997-98 di Paris, Prancis.


Scudetto 2008-09
Javier Zanetti, Sol (anak pertama), Ignacio (anak kedua), dan Paula (istri) merayakan gelar Scudetto ke-17 Inter.


22 Mei 2010
Javier Zanetti meneteskan air mata saat merayakan gelar juara Liga Champions usai mengalahkan Bayern Muenchen di final.


Berikut testimoni dari beberapa pelatih yang pernah bekerja sama dengan Zanetti:
"Saya senang berkesempatan untuk memberi selamat kepada Javier atas rekornya itu, melampaui penampilanya Giuseppe Bergomi di Inter. Dan saya beruntung bisa bekerja sama dengan dua legenda Nerazzurri itu." Roy Hodgson (1995-97, 1999)


"Hari ini kami merayakan bersamamu rekor yang telah kau pecahkan di Inter lebih dari pemain lain. Dan saya bisa katan jujur bagi saya kamu adalah fenomena sebenarnya di dunia sepakbola.Kapten di dalam dan luar lapangan. Kamu masih muda namun kamu mengikuti contoh yang benar; Kamu masih muda namun kamu adalah orang bersahaja dan tak pernah menyerah serta selalu mau belajar. Lalu kamu menjadi pesepakbola yang lebih baik; Menjadi seorang pria, suami, ayah; menjadi simbol tim, dan bukan hanya tim saja." Luigi Simoni (1997-98)


"Javier Zanetti adalah salah satu pesepakbola profesional yang pernah saya latih. Dia sangat berdedikasi, jujur, pekerja keras dan seorang yang bertanggung jawab. Profesional dalam melayani tim dan saya tidak berbicara mengenai dia sebagai pemain namun sebagai seorang profesional dalam sebuah grup." Hector Cuper (2001-03)


"Saya berkesempatan untuk menghadap Pupi sebagai pemain dan dia sangat membuat saya terkesan, walaupun masih muda dan seorang pemain asing, dia bermain dengan intesitas dan kualitas. Lalu saya sangat beruntung bisa melatihnya di Inter dan tanpa ragu saya katakan setiap pelatih di dunia pasti sangat ingin mempunyai pemain seperti dia, karena profesionalismenya dan kualitas yang dia tunjukkan di lapangan dan karena ia bisa bermain di setiap posisi kecuali kiper." Roberto Mancini (2004-08)


"Bagi saya Zanetti mewakili sebuah kebahagiaan dalam hidup, kebahagiaan menjadikan sepakbola sebagai pekerjaan dalam hidup saya. Dia awalah senyuman, semangat hidup, semangat berlatih, pembangkit semangat untuk semua orang yang bekerja dengannya. Dari itu semua dan jalan panjangnya sebagai pebola. Momen yang paling membahagiakan adalah saat kita berpelukan di tengah Santiago Bernabeu. Itu tidak akan jadi yang terakhir namun itu adalah yang paling berkesan selama dua tahun kebersamaan kita. Mungkin suatu hari bakal ada yang memecahkan rekor Zanetti, namun hanya ada satu Zanetti." Jose Mourinho (2008-10)


"Selamat, Pupi! Kapten telah membuat rekor baru lagi, yang membuat itu seperti terlihat biasa saja. Bagi orang lain itu akan jadi sesuatu yang luar biasa. Tapi dalam hal ini, ini jadi konsekuensi normal dari karier yang telah dia bangun dengan kerja keras. Bagaimana kau bisa membicarakan seorang kapten tanpa menyalutinya? Dan sekali lagi angka-angka ini tidak bisa menjelaskan apa yang telah dia persembahkan untuk Inter dan dunia sepak bola." Leonardo (2010-11)


Sunday, October 9, 2011

Melawan Sang Pengadil

Sejarah La Beneamata dengan wasit kerap dihiasi kontroversi. Kini satu nama mencuat sebagai musuh nomor satu.

Emosi pemain Inter Milan meledak saat wasit Gianluca Rocchi mengeluarkan kartu kuning kedua kepada Joel Obi, yang disusul hadiah penalti untuk Napoli. Raut heran, kecewa, bercampur kesal pun menghiasi wajah para pemain dan staf pelatih I Nerazzurri. Tak terkecuali Presiden Massimo Moratti yang duduk di tribun kehormatan Stadion Giuseppe Meazza. Protes tak bisa dihindari. Apalagi Inter harus mengakhiri laga dengan kekalahan telak tiga gol tanpa balas dari tamunya.

Kubu Inter berdalih, jika tak mendapat hukuman kontroversial dari wasit, kekalahan 0-3 mungkin bisa dihindari. "Kartu kuning pertama Obi seharusnya tidak ada, dan kartu kuning kedua justru terjadi di luar kotak penalti. Rocchi merusak pertandingan yang menarik," kecam allenatore Claudio Ranieri yang juga dikartu merah karena melakukan prores keras.

Ranieri pantas kesal. Inilah kekalahan pertama dia sejak mengarsiteki I Nerazzurri. Pun kekalahan terburuk di Giuseppe Meazza pada ajang Serie-A sejak dibungkam enam gol tanpa balas oleh AC Milan, Mei 2001. Tak heran Il Capitano Javier Zanetti yang biasa bersikap kalem pun ikut tersulut. Protes keras Zanetti berujung kartu kuning dari wasit Rocchi. Perjalanan mulus Inter sejak ditangani Ranieri mencapai antiklimaks pada giornata 6. Rocchi menjadi tertuduh utama dalam insiden pada laga itu.

Jika melihat ke belakang, hubungan Inter dengan Rocchi memang kurang harmonis. Tercatat sudah tujuh kartu merah dan tiga hukuman penalti yang diberikan Rocchi kepada pemain Inter, hanya dari 16 partai yang dipimpinnya. Jumlah kartu merah terbanyak yang diterima Inter dari seorang wasit di Italia.

Paling membekas tentu dua kartu merah melayang dari kantong Rocchi saat Inter menghadapi Milan pada Januari 2010. Inter yang sudah unggul 2-0 “dipaksa” kehilangan Wesley Sneijder dan Lucio melalui keputusan yang dianggap kontroversial. Bahkan, pelatih Inter kala itu, Jose Mourinho mengutuk tindakan Rocchi. “Saya tahu ini negara Anda, dan Anda adalah wasit pertandingan ini. Tapi Anda jelas menginginkan kami kalah!” geram Mourinho.

MUSUH WASIT ITALIA

Sebelum Rocchi, Inter juga pernah memiliki sejarah kurang mulus dengan beberapa anggota korps berseragam hitam-hitam. Salah satu nama populer adalah Roberto Rosetti. Bagaimana tidak, dari 29 laga Inter yang dipimpin, Rosetti sudah mengeluarkan lima kartu merah dan 73 kartu kuning. Jumlah hukuman penalti yang diberikan Rosetti kepada Inter pun terbanyak dibanding wasit lain, yakni 5 kali.

Nama lain adalah Paolo Tagliavento. Dari 15 laga yang dipimpin wasit berusia 39 tahun itu, pemain Inter diganjar tiga kartu merah, 27 kartu kuning, plus empat hukuman penalti. Tagliavento pun pernah berseteru dengan Mourinho dan beberapa pemain Inter saat laga melawan Sampdoria, Februari 2010. Tiga kartu merah keluar dari kantongnya, dua untuk kubu Inter dan satu untuk Sampdoria. Akibat insiden di laga tersebut, Inter melakukan aksi boikot terhadap segala jenis wawancara kepada media.

Trauma terhadap segala keputusan kontoversial wasit tampaknya masih dirasakan kubu Inter. Apalagi, saat mereka kerap mengeluhkan hubungan kurang harmonis dengan wasit, Milan dan Juventus justru sangat jarang terlibat masalah. Kontan hal tersebut kian membuat Inter berpandangan miring terhadap dua rivalnya. Terlebih, kedua tim mempunyai rapor buruk setelah terlibat dalam skandal Calciopoli.


Terlepas dari segala kerugian yang dialami Inter, sepak bola memang tak pernah lepas dari kontroversi. Laga melawan Napoli menjadi pelajaran berharga buat Inter. Putusan kontroversial Rocchi memang membuat mentalitas tim ambruk. Para pemain Inter harus sadar itu. Namun, jika terus membenamkan diri dalam permasalahan wasit, ambisi bangkit dari keterpurukan bisa terhambat. “Memang patut putusan wasit disayangkan. Tetapi, itulah sepak bola. Kami harus melangkah maju,” tegas Zanetti. (@IrawanCobain)


Rekor Inter dengan Gianluca Rocchi


TanggalPartaiKK2 KK

KM

Penalti

01/10/11

Inter 0-3 Napoli

4

1

0

1

16/04/11

Parma 2-0 Inter

2

0

0

0

11/03/11

Brescia 1-1 Inter

1

0

1

1

06/01/11

Inter 3-1 Napoli

3

0

0

0

21/11/10

Chievo 2-1 Inter

2

0

0

0

24/01/10

Inter 2-0 AC Milan

3

1

1

1

08/11/09

Inter 1-1 AS Roma

3

0

0

0

31/05/09

Inter 4-3 Atalanta

2

0

0

0

28/01/09

Catania 0-2 Inter

1

0

1

0

18/05/08

Parma 0-2 Inter

2

0

0

0

19/03/08

Genoa 1-1 Inter

2

1

0

0

24/02/08

Sampdoria 1-1 Inter

3

0

0

0

04/11/07

Juventus 1-1 Inter

2

0

0

0

20/12/06

Lazio 0-2 Inter

2

1

0

0

19/11/06

Inter 1-0 Reggina

2

0

0

0

20/11/05

Inter 2-0 Parma

2

0

0

0



Keterangan:
KK: Kartu Kuning
2 KK: Dua kartu kuning untuk satu pemain
KM: Kartu merah
Penalti: Hadiah penalti yang diberikan untuk tim lawan.
Sumber: transfermarkt.de

In Memoriam: Giacinto Facchetti

In Memoriam: Giacinto Facchetti