Tuesday, October 20, 2009

Dinasti Moratti: Melampaui La Grande Inter

Jiwa kepemimpinan Angelo Moratti menurun pada sang anak. Kini, Massimo Moratti tinggal sedikit lagi menyaingi era keemasan sang ayah.


Sudah lebih dari seabad Inter Milan mengarungi pentas Serie-A. Sebanyak 17 trofi juara pun telah memenuhi lemari gelar mereka. Jika dipersempit, ada dua sosok yang sangat berjasa besar membangun Inter menuju era keemasan. Menariknya, dua orang itu justru berasal dari satu dinasti.


Dalam sejarah Inter, baru sekali seseorang yang berasal dari garis keturunan yang sama meneruskan jabatan kepresidenan. Setelah Angelo Moratti menjabat sebagai presiden ke-15 Inter pada 1955-68, dua periode berikutnya memang sempat diambil alih oleh Ivanoe Fraizzoli dan Ernesto Pellegrini. Namun, sejak 1995, dinasti Moratti berlanjut setelah Massimo Moratti diberi mandat meneruskan perjuangan sang ayah.


Tak dipungkiri, dinasti Moratti memang memiliki jasa yang sangat besar bagi kejayaan Inter. Selama masa kepemimpinannya, Angelo membuat La Beneamata memasuki era keemasannya hingga mendapat julukan “La Grande Inter”. Saat itu, Inter dibawanya meraih tiga gelar scudetti, dua trofi Piala Champions, serta dua Piala Interkontinental, atau yang kini disebut Piala Dunia Antarklub.


Hanya Angelo yang mampu meraih prestasi sedemikian hebat. Selain tiga gelar scudetti menjadi rekor terbanyak diantara presiden, tentunya dua gelar Piala Champions dan Piala Interkontinental menjadi koleksi terbaik Inter sepanjang sejarah.


Beberapa yang bisa mendekati Angelo hanya Carlo Masseroni dengan koleksi dua gelar scudetti dan satu Coppa Italia, serta Ivanoe Fraizzoli (2 scudetti dan dua Coppa Italia). Namun, tak ada satupun yang mampu mengganggu rekor Piala Champions dan Piala Interkontinental yang diraih Angelo. Hingga akhirnya anak keempat Angelo muncul untuk meneruskan kejayaan sang ayah.


MEMBURU EMPAT TROFI


Sejak didaulat sebagai presiden Inter ke-18, Massimo terpaksa memikul beban berat menjaga nama besar sang ayah. Maklum, sebagai pemimpin “La Grande Inter”, nama Moratti senior telah terukir dengan tinta emas di dalam buku sejarah La Beneamata. Namun, langkah Massimo untuk mengudeta rekor sang ayah sudah mulai dirintis.


Pepatah “buah jatuh tak jauh dari pohonnya” mungkin paling pas menyimak kehadiran dinasti Moratti di tubuh Inter. Sebagai ayah sekaligus guru bagi sang anak, jiwa kepemimpinan yang dimiliki Angelo menurun pada diri Massimo.


Di pengujung musim 2008-09, Massimo berhasil meraih gelar scudetto ke empatnya selama 14 tahun memimpin Inter. Pencapaian itu berhasil melewati rekor tiga gelar scudetti milik sang ayah.


Meski begitu, satu noda dalam gelar Massimo ada pada musim 2005-06, saat gelar Inter merupakan hibah setelah Juventus mendapat skorsing akibat terlibat skandal calciopoli. Apalagi, saat itu Massimo juga secara resmi tidak menjabat sebagai presiden Inter. Tampuk kepemimpinan saat itu sempat diambil alih oleh Giacinto Facchetti yang diberi mandat langsung oleh sang taipan minyak sejak 2004-06.


Tapi, setidaknya dalam buku sejarah Serie-A, trofi yang diraih Massimo mencapai empat buah. Jumlah gelar yang membuat Massimo mengunguli ayahnya dalam perolehan trofi domestik.


Toh perjuangan Massimo belum berakhir. Pemimpin salah satu perusahaan minyak terbesar Italia, Saras S.p.A. ini, berkesempatan melewati prestasi sang ayah jika sanggup meraih dua gelar Liga Champions dan dua gelar di Piala Dunia Antarklub.


“Liga Champions tetap menjadi target obyektif kami. Tapi, memenangi scudetto untuk kelima kalinya secara berturut-turut pun istimewa, meski tidak mudah meraihnya,” kata Massimo kepada La Gazzetta dello Sport.


Target yang tidak mudah bagi Massimo. Maklum, selama ini Inter memang kerap kesulitan memburu gelar terbaik bagi klub-klub di Eropa tersebut. Namun, bukan berarti Massimo menyerah. Musim ini, Liga Champions kembali menjadi target utama yang diembankan kepada allenatore Jose Mourinho.


Selain itu, Massimo mendapat dukungan penuh dari jajaran direksi Inter untuk berprestasi melampaui rekor sang ayah. “Dia (Massimo Moratti) ingin memenangi segalanya. Dia pun ingin gelar kelimanya di Serie-A. Ambisinya adalah melewati pencapaian milik ayahnya (Angelo),” ucap Direktur Inter, Ernesto Paolillo.


Angelo Moratti

Dibantu sentuhan ajaib Herrera


Lahir pada 5 November 1909 di Somma Lombardo, Italia, Angelo mengawali bisnisnya dengan mendirikan perusahaan minyak, Saras S.p.A. Kesukaannya terhadap sepak bola mulai muncul sekitar tahun 1929, saat pertama kali diajak tunangannya ketika itu, Erminia Cremonesi, menyaksikan Inter bertanding. Dan sejak saat itu pula Angelo muda mulai menjadi pendukung setia I Nerazzurri.


Pada 1955, Angelo terpilih sebagai presiden Inter ke-15, melanjutkan kepemimpinan Carlo Masseroni. Lima musim pertamanya duduk di kursi tertinggi Inter, Angelo belum bisa mempersembahkan prestasi bagi Inter. Sekitar tahun 1960 nasib Angelo membaik setelah mendatangkan pelatih asal Argentina, Helenio Herrera. Di bawah asuhan Herrera, Inter menjelma menjadi tim terbaik di Italia, Eropa, bahkan dunia, sekaligus mendapat julukan “La Grande Inter”.


Selama 12 tahun memimpin Inter, Angelo menghabiskan dana sekitar 100 juta pounds atau Rp1,6 triliun, termasuk mengumpulkan pemain bintang seperti Luis Suarez, Sandro Mazzola, Mario Corso, maupun Il Capitano Giacinto Facchetti. Hasilnya langsung terlihat saat tiga gelar scudetto berhasil diraihnya. Di era Angelo pula Inter berhak mendapat tanda satu bintang setelah meraih gelar scudetto ke-10 nya pada 1965-66.


Prestasi Inter kala itu tak hanya di kompetisi domestik. Di Eropa, mereka berjaya setelah di final Piala Champions 1963-64 mampu mengalahkan Real Madrid dengan skor 3-1. Sejarah berlanjut setahun kemudian saat laga final Piala Champions yang digelar di Stadion Giuseppe Meazza mempertemukan Inter dengan jawara Portugal, Benfica. Melalui gol tunggal Jair, Inter merengkuh Piala Champions keduanya sepanjang sejarah.


Musim 1966-67 merupakan titik balik prestasi Angelo. Setelah gelar scudetto dan Piala Champions lepas dari tangan Inter, Angelo memutuskan mundur dari jabatan sebagai presiden Inter dan menyerahkan tampuk kepemimipinannya kepada Ivanoe Fraizzoli pada tahun 1968. Mundurnya Angelo, berarti berakhirnya era “La Grande Inter”.


Prestasi Angelo Moratti: 3 scudetti, (1962-63, 1964-65, 1965-66), 2 Piala Champions (1963-64, 1964-65), 2 Piala Dunia Antarklub, (1964, 1965)


Skuad scudetto Inter:

1962-63 - Buffon, Burgnich, Facchetti, Zaglio, Guarneri, Picchi, Jair, Mazzola, Di Giacomo, Suarez, Corso. (inti). Bettini, Bicicli, Bolchi, Bugatti, Dellagiovanna, Ferretti, Hitchens, Maschio, Masiero, Morbello, Tagnin. (cadangan).

1964-65 - Sarti, Burgnich, Facchetti, Tagnin, Guarneri, Picchi, Jair, Mazzola, Domenghini, Suarez, Corso. (inti). Canella, Bedin, Bugatti, Dellagiovanna, Malatrasi, Di Vincenzo, Gori, Landini, Milani, Peiro. (cadangan).

1965-66 - Sarti, Burgnich, Facchetti, Bedin, Guarneri, Picchi, Jair, Mazzola, Domenghini, Suarez, Corso. (inti). Canella, Cappellini, Cordova, Facco, Gori, Landini, Malatrasi, Miniussi, Peiro. (cadangan).


Massimo Moratti

Membuang Rp4,3 triliun


Massimo Moratti lahir pada 16 Mei 1945 sebagai anak keempat Angelo dan Erminia Cremonesi. Berbeda dengan sang ayah, sejak kecil Massimo sudah mulai akrab dengan sepak bola, khususnya Inter.


Karier Massimo di Inter dimulai pada tahun 1995 usai meneruskan estafet kepemimpinan dari tangan Ernesto Pellegrini. Di era Massimo, Inter justru mengawalinya dengan masa-masa krisis. Sempat memenangi Piala UEFA pada musim 1997-98, setelahnya cukup lama Inter mengalami paceklik gelar.


Demi memburu gelar, lebih dari 300 juta euro atau sekitar Rp4,3 triliun telah dikucurkan Massimo guna mendatangkan bintang-bintang kelas dunia seperti Ronaldo, Zlatan Ibrahimovic, Luis Figo, termasuk pemain termahal Inter, Christian Vieri. Dia dibeli dari Lazio pada 1999 seharga 48 juta euro (sekitar Rp694 miliar). Di eranya pula, Inter telah sembilan kali berganti pelatih.


Kesabaran Massimo akhirnya datang justru melalui cara yang tidak disangka. Pada musim 2005-06, Inter mendapat hibah scudetto dari tangan Juventus yang harus terdegradasi ke Serie-B akibat skandal calciopoli. Sejak itu pula Inter di era Massimo memulai kejayaannya. Tiga musim berikutnya, Inter tak terbendung untuk terus menguasai Serie-A.


Namun, masih ada satu prestasi yang belum berhasil dicapai Massimo. Liga Champions tetap menjadi prioritas utama Inter setelah mempertahankan scudetto. La Beneamata baru dua kali merasakan euforia juara di ajang tersebut di era Angelo Moratti.


Kini, sang anak pun ingin mencicipi apa yang pernah dirasakan ayahnya. Apalagi, dengan tambahan dua gelar Liga Champions dan Piala Dunia Antarklub, Massimo bakal menggeser posisi ayahnya dari daftar pemimpin terbaik Inter sepanjang masa.

Prestasi Massimo Moratti: 4 gelar scudetti (2005-06, 2006-07, 2007-08, 2008-09), 2 Coppa Italia (2004-05, 2005-06), 1 Piala UEFA (1997-98)


Skuad scudetto Inter:

2005-06 - Julio Cesar, J. Zanetti, Cordoba, Samuel, Favalli, Figo, Veron, Cambiasso, Stankovic, Adriano, Cruz. (inti). Toldo, Materazzi, Burdisso, Wome, Ze Maria, Mihajlovic, Pizarro, Kily Gonzalez, C. Zanetti, Solari, Cesar, Martins, Recoba. (cadangan)

2006-07 - Julio Cesar, Maicon, Cordoba, Materazzi, Maxwell, Zanetti, Vieira, Cambiasso, Stankovic, Crespo, Ibrahimovic. (inti). Toldo, Grosso, Samuel, Burdisso, Solari, Dacourt, Gonzalez, Figo, Adriano, Cruz, Recoba. (cadangan)

2007-08 - Julio Cesar, Maicon, Cordoba, Materazzi, Maxwell, Zanetti, Vieira, Cambiasso, Stankovic, Cruz, Ibrahimovic. (inti). Toldo, Samuel, Burdisso, Solari, Dacourt, Figo, Adriano, Crespo, Chivu, Rivas, Cesar, Jimenez, Maniche, Pelè, Balotelli, Suazo. (cadangan)

2008-09 - Julio Cesar, Maicon, Cordoba, Samuel, Maxwell, Zanetti, Muntari, Cambiasso, Stankovic, Balotelli, Ibrahimovic. (inti). Toldo, Orlandoni, Chivu, Burdisso, Santon, Materazzi, Rivas, Bolzoni, Dacourt, Figo, Jimenez, Mancini, Quaresma, Vieira, Adriano, Crespo, Cruz, Obinna. (cadangan)

No comments:

Post a Comment

In Memoriam: Giacinto Facchetti

In Memoriam: Giacinto Facchetti